Pemprov Sulsel Antisipasi Laju Inflasi Jelang Akhir Tahun

Pemprov Sulsel Antisipasi Laju Inflasi Jelang Akhir Tahun

Noval Dhwinuari Antony - detikFinance
Jumat, 15 Nov 2019 17:08 WIB
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah/Foto: Noval Antony/detikcom
Makassar - Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah menyebut hasil-hasil pertanian dan perikanan menjadi salah satu pemicu terbesar inflasi. Dia meminta kepala daerah dan pemangku kepentingan lainnya di Sulsel untuk mendorong kesejahteraan petani dan nelayan.

"Inti daripada rapat TPID ini bagaimana kita mendorong kesejahteraan petani, yang kedua bagaimana kita mendorong kesejahteraan nelayan. Hasil-hasil pertanian dan perikanan ini salah satu pemicu terbesar inflasi kita," kata Nurdin saat memimpin pertemuan High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Jumat (15/11/2019).

Dalam presentasinya, Nurdin menyebutkan, pada triwulan III-2019 ekonomi Sulawesi Selatan tercatat tumbuh 7,21% (yoy) dan menjadi pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. Dia memperkirakan Inflasi Sulawesi Selatan pada tahun 2019 berada pada rentang 3,5% +/-1% (tiga koma lima persen, plus minus satu persen).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Inflasi Sulsel diperkirakan berada di range 3,5%, plus minus 1%. Namun tetap perlu diantisipasi peningkatan harga menjelang akhir tahun," jelasnya.


Untuk itu Nurdin menekankan agar peningkatan harga menjelang akhir tahun perlu diantisipasi dan penguatan strategi tim pengendali inflasi daerah dalam jangka panjang. Ada 17 Komoditas yang paling sering menyebabkan inflasi, dan 4 komoditas utama yang masuk kategori prioritas.

"Bahwa pengendalian inflasi perlu dilakukan secara struktural melalui tiga strategi utama; pertama dengan produksi melalui penguatan produksi dan distribusi. Kedua melalui teknologi dengan penguatan riset dan aplikasi teknologi tepat guna. Ketiga, melalui pembiayaan dengan penguatan skim pembiayaan produksi pertanian," paparnya.

Ketimpangan harga

Nurdin menyebut yang menjadi masalah besar selama ini ialah ketimpangan harga antara petani dan pedagang. Selama ini petani banting tulang untuk menghasilkan produk pertanian yang baik. Namun yang menikmati harganya ialah para pedagang.

"Nah ini nggak adil. Makanya saya minta supaya betul-betul petani kita ini menikmati kesejahteraan, ini harus dipelihara, karena kalau nggak ada yang mau jadi petani ini kan repot kita semua, padahal keunggulan kita itu ada di basic kita di pertanian, perikanan," ujarnya.

Ke depan para petani diharapkan dapat melakukan perencanaan yang terukur dari mulai saat akan menanam.

"Analisa usaha taninya jalan, 'saya menanam sekian hektar saya akan menghasilkan jagung sekian dengan nilai sekian, modalnya sekian dan sebagainya'," paparnya.

Menurut Nurdin saat ini para petani hanya merasakan analisa pertanian dari berita yang ada. Disebutkan, pada saat musim tanam harga produk pertanian yang ditanam para petani naik.

"Nah kita ingin mereka itu pada saat dia menanam dia sudah bisa merencanakan saya mau sekolahin anak, mau naik umrah, perbaiki rumah dan sebagainya, bukan bayar utang," paparnya.


"Inovasi teknologi harus dihadirkan, modal sudah harus siap, pemerintah hadir. Perbaiki benihnya, hadirkan pupuk pada saat dibutuhkan, pascapanennya diperbaiki, jaringan pasar diperbaiki. Makanya kolaborasi itu penting," lanjutnya.

Dia menambahkan selama ini masih banyak petani yang hanya menunggu produk pertaniannya datang dibeli oleh pengepul.

"Belum lagi pascapanen, pada saat dia habis manen simpan di jalan hujan datang kehujanan, akhirnya prodaknya jadi menurun kualitasnya," imbuhnya.


(nvl/hns)

Hide Ads