Ahok Disebut 'Sapu Kotor', Kementerian BUMN Membela

Ahok Disebut 'Sapu Kotor', Kementerian BUMN Membela

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 22 Nov 2019 05:45 WIB
1.

Ahok Disebut 'Sapu Kotor', Kementerian BUMN Membela

Ahok Disebut Sapu Kotor, Kementerian BUMN Membela
Foto: detik
Jakarta - Kontorversi seakan tak pernah berhenti sejak muncul kabar mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) akan jadi pimpinan BUMN. Banyak yang menolak Ahok masuk ke BUMN, meskipun ada juga yang mendukung mati-matian.

Polemik ini masih terus berlanjut, seiring dengan masih belum jelasnya pos BUMN yang akan ditempati Ahok. Para penolak pun semakin lantang menyuarakan aspirasinya.

Sindiran yang terbaru bahwa Ahok bukan sosok yang bersih seutuhnya. Bahkan dia disebut sebagai 'Sapu Kotor' yang tidak akan bisa untuk membersihkan BUMN.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menjadi salah satu kubu yang menolak Ahok.

Marwan mengungkapkan alasannya menolak Ahok lantaran dinilai memiliki catatan hitam di bidang hukum. Ada beberapa kasus yang dianggap justru belum dipertanggungjawabkan oleh Ahok, seperti kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.

"Saya ingin kasus hukum ini ditindak lanjuti. Semua lambaga negara penegak hukum mengatakan bahwa mereka bukan mengusut kasus dugaan korupsi Ahok tapi mencari alasan melindungi Ahok. Salah satunya Sumber Waras. Kasus ini buktinya sudah lebih dari 3 bukti, termasuk yang ditemukan BPK. Itu pun diabaikan. KPK bilang Ahok tidak punya niat jahat," ujarnya di Pulau Dua Resto, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Dia juga menilai prestasi Ahok membangun Simpang Susun Semanggi bermasalah. Saat itu Ahok membangun Simpang Susun Semanggi tidak membahasnya dulu dengan DPRD.

Hal itu dikarenakan dana yang digunakan merupakan dana CSR dari kompensasi atas kelebihan koefisien luas bangunan (KLB) dari PT Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building Company. Nilai proyeknya mencapai Rp 345,067 miliar.

Karena bukan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Ahok tidak izin DPRD dulu. Namun menurut Marwan itu bermasalah dan berpotensi timbul kecurangan.

Selain itu, menurut Marwan masih ada beberapa kasus yang membuat integritas Ahok dipertanyakan.

"Saya jelaskan supaya ini fair. Jangan kita bicara hal objektif lalu dikira bicara politik," terangnya.

Dengan alasan itu Marwan meragukan munculnya anggapan bahwa masuknya Ahok ke BUMN untuk melakukan bersih-bersih. Justru dengan integritas Ahok yang dipertanyakan dia curiga pratik kotor di BUMN akan semakin merajalela.

"Kalau dikatakan Ahok ingin bersih-bersih karena di BUMN banyak mafia. Kalau mau menyapu halaman secara bersih gunakanlah sapu yang bersih. Tapi kalau sapu belepotan banyak kotoran ya tidak bisa," tuturnya.

"Kalau Ahok diduga belepotan berbagai kasus korupsi, saya duga justru banyak orang yang lebih terkontaminasi atau bahkan ada dugaan melanggengkan mafia yang ada," tambahnya.

Dia pun menjelaskan bahwa dirinya menolak Ahok secara objektif bukan karena landasan politik.

"Kami imbau yang mendukung Ahok agar hatinya terbuka. Karena ada tanggung jawab sosial. Sikap mendukung ahok membabi buta itu salah dan melanggar konstitusi," katanya.

Direktur Esekutif KJI Ahmad Redi mengatakan, jika Ahok dipilih menjadi pemimpin BUMN melanggar beberapa pasal. Misalnya pasal di undang undang dasar (UUD).

"Pasal 27 UUD, dan pasal 33 uud. Pasal 27 semua orang punya kedudukan sama di mata hukum. Punya hak yang sama untuk mengisi jabatan. Tapi di 28C, hak asasi manusia dibatasi UU jika dia terkena masalah hukum. Mau tidak mau hak dia terkendala masalah hukum. Kasus RS Sumber Waras, Simpang Susun Semanggi," ujarnya.

Redi menekankan, hal yang paling fatal adalah Ahok melanggar Undang-Undang BUMN Nomor 19 Tahun 2003. Di situ tertulis syarat untuk menjadi komisaris ataupun direksi BUMN tidak boleh menjadi pengurus partai.

"Memang dia bukan pengurus, tapi bukan tidak mungkin doa punya konflik kepentingan. Ahok ini besarnya dari parpol. Di Belitung dia besar oleh parpol, di DKI dia parpol sangat kuat, sekarang juga kuat dengan baju parpolnya. Memang aturannya fokus pada pengurus, tapi di penjelasan itu dimaksudkan agar tidak ada benturan kepentingan," ujarnya.

Menurutnya Ahok yang memiliki darah kental partai politik berpotensi memiliki kepentingan. Bahkan dia menilai Ahok bukan anggota parpol kaleng-kaleng dan termasuk kaum elit.

"Jadi orang dari parpol itu haram jadi pimpinan di BUMN," tegasnya.

Di sisi lain, menurut Redi Ahok juga tidak cocok jika dilihat dari pertimbangan keahlian. Ahok yang memiliki pengalaman di bidang pemerintah dianggap tak memiliki pengalaman untuk memimpin BUMN apalagi di sektor strategis seperti energi.

"Kemudian integritas, siapapun itu kalau punya track record buruk pada kerugian negara itu maka integritasnya dipertanyakan, kasus Sumber Waras, kasus Simpang Susun Semanggi," tambahnya.

Ahok diakuinya memang memiliki karakteristik tegas dan keras. Namun bagi para pekerja sosok itu juga bisa diartikan tidak memanusiakan manusia.

"Model kepemimpinan yang bagi sebagian orang-orang dianggap revolusioner, tapi sebagian ini adalah gaya kepemimpinan yang tidak memanusiakan manusia," ungkapnya.

Menanggapi itu, Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Publik Arya Sinulingga mengatakan, hingga saat ini Ahok masih bersih. Dia bilang, kasus Ahok terkait dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berhenti.

"Kan sudah di KPK, dan KPK juga nggak meneruskan yang dikatakan Pak Marwan itu. Sampai hari ini masih bersih," katanya kepada detikcom.

Dia menekankan, KPK tak lagi melakukan penyelidikan atau sejenisnya terhadap Ahok. Dia bilang, KPK independen sehingga tak pilih-pilih kasus maupun orangnya.

"Dan KPK juga tidak ada melakukan penyelidikan atau apapun masalah itu. Jadi apakah KPK diragukan Bang Marwan. Coba cek mungkin Bang Marwan selama ini bela KPK dan mengatakan KPK independen dan sebagainya. Kan nggak mungkin KPK pilih-pilih kasus. Waktu lalu saja berapa menteri TSK (tersangka) dan masuk tahanan," paparnya.

Kembali, dia menekankan, KPK merupakan lembaga independen. Sementara Ahok tak terjerat kasus KPK.

"KPK ini independen dan Ahok nggak ada diperiksa KPK kalau bermasalah hukum, hukum yang mana, kalau ada diproses baru sampai putusan pengadilan tetap kita akui. Ini kan tidak," kata dia.

Hide Ads