Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan bahwa besaran upah buruh yang mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan akan membuat gap besaran gaji semakin melebar.
"Jadi revisi PP Nomor 78 dan gunakan kenaikan upah minimum hanya menggunakan KHL," kata Said Iqbal saat dihubungi detikcom, Jakarta, Senin (25/11/20190.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Said Iqbal menjelaskan, formulasi kenaikan upah berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 akan menghasilkan persentase yang sama dan berlaku wajib untuk semua daerah. Sehingga besaran nominal gaji yang diterima masing-masing daerah akan berbeda meskipun persentase kenaikannya sama.
"Oleh karena itu PP Nomor 78/2015 harus di revisi yang mengatur formula kenaikan upah minimal sebesar inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi," jelas dia.
Berbeda jika formulasi kenaikan upah disesuaikan dengan hasil survei KHL di masing-masing daerah baik kabupaten maupun kota. Karena, setiap daerah memiliki nilai KHL yang berbeda-beda. Sehingga nantinya menghasilkan besaran kenaikan yang berbeda.
Menurut Said Iqbal, upaya perhitungan kenaikan upah berdasarkan KHL di masing-masing daerah pun mampu menekan gap nominal gaji yang selama ini sudah terjadi.
"Antar daerah pasti akan tetap ada gap tapi akan makin mengecil. Karena prinsip upah minimum adalah safety net agar buruh tidak absolut miskin, sehingga selain mempertimbangkan kemampuan industri tapi juga harus mengukur peningkatan daya beli buruh dan kenaikan harga barang yg kesemuanya tercermin dalam hasil survei KHL di pasar," ujarnya.
Tidak hanya itu, dikatakan Said Iqbal, perhitungan kenaikan upah berdasarkan KHL juga bisa diimbangi dengan pembuatan zonasi industri. Di mana perhitungan KHL bagi industri labour intensive alias padat karya berbeda dengan industri capital intensive atau pada modal.
"Dengan demikian perusahaan tetap punya daya saing dan buruh tetap terjamin upah, dan kesejahteraannya," tegas dia.
"Kalau pakai PP maka gap akan makin melebar tapi kalau pakai KHL akan tetap ada gap tapi akan makin mengecil," sambungnya.
(hek/das)