Badung - Founder and Chairman CT Corp, Chairul Tanjung mengatakan milenial merupakan pasar potensial dunia retail. Dia pun membagikan beberapa tips merebut ceruk pasar ini.
"Kalau generasi saya belanja dikit untuk menabung masa depan,generasi X uncomfortable consumer, buat mereka consumerism is a life. Apapun yang mereka senang they buy, they don't care, berapa uang, berapa harganya, ada tabungan apa nggak, they don't care buat mereka consumerism is a life," kata CT di Seminar Nasional Aprindo (Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia) Bali 2019 di The Trans Resort Bali, Jl Sunset Road, Badung, Senin (2/12/2019).
CT, sapaan karibnya, menuturkan konsumerisme merupakan gaya hidup bagi kaum milenial. Salah satu contohnya tiket konser KPop seharga jutaan pun rela dibeli demi gengsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka mau beli tiket konser KPop Rp 3 juta. Buat mereka Rp 3 juta damn one hours only to KPop, dan di Singapura pun diudak, tapi kekuatan mereka ini mereka high kolaboratif kalau saya punya temen 1000 list nama di handphone nggak cukup, mereka punya temen ratusan ribu, puluhan ribu, jutaan tapi span mereka pendek, attention mereka pendek," beber CT.
CT menyebut kaum milenial lebih mengutamakan gaya hidup (lifestyle) dan pengalaman (experience). Sehingga saat ini liburan menjadi salah satu tren kebutuhan bagi mereka.
"Milenial mengutamakan lifestyle and experience, buat mereka mengeluarkan uang seperti liburan dibanding membeli aset buat mereka biasa karena selfie itu tadi menyangkut harga diri," tuturnya.
CT lalu menyontohkan soal pembukaan wahana permainan di Trans Studio Bali pada 12 Desember mendatang. Kebutuhan eksistensi diri kaum milenial itulah yang menjadi celah yang disasar Trans Studio Mall.
"Banyak mainan yang sudah selesai, ada experience, kalau ada anak milenial Bali selfie-selfie viral kemarin itu waktu kita uji coba roller coaster di social media jutaan orang bisa melihat. Kalau bapak-bapak selfie duluan, kalau (milenial) tidak ada yang punya gambar yang sama harga diri terganggu inilah efek sosial media," ujarnya.
CT juga menyinggung soal tren berfoto seperti memegang Menara Eiffel di Paris, Prancis hingga salju di Swiss yang digemari kaum milenial. Oleh karenanya dia membuatkan wahana tersebut di Trans Studio.
"Menara Eiffel ada yang suka diginiin (mencontohkan gaya selfie) kalau teman-temannya punya kayak gitu dia nggak punya harga dirinya terganggu. Makanya di Trans Studio saya bangunin Menara Eiffel juga, soal salju seperti di Swiss tapi kan mahal ini masalah harga diri sekarang di Bekasi saya buatin Swiss kalau orang belum pernah kan nggak tahu," beber CT.
"Insyaallah Desember ini kita buka snow city di Bintaro tapi temanya beda bukan di Swiss tapi Fuji Mountain seperti di Jepang. Mereka lebih conscious, mereka olah raga penting, makanan juga yang lebih healthy mereka lebih appreciate dan mereka juga banyak spender dan spendernya lain," sambungnya.
Dengan karakteristik ini kaum milenial memang pasar yang mudah mengeluarkan uang untuk gaya hidup. Salah satu contohnya boros untuk skin care alias perawatan kulit.
"Kaum milenial ini lucu buat mereka lebih baik mukanya tidak berjerawat daripada mereka harus berjerawat tapi punya uang. Jadi lebih baik uangnya beli skin care daripada ditabung buat beli rumah, rumah tidak penting karena ada rumah mertua, tapi jerawat jauh lebih penting, tapi jerawat, selfie post. Jangan ketawa karena nggak cuma perempuan laki-laki juga," cetus CT.
CT menyebut para pelaku ritel harus jeli melihat peluang. Dia mendorong agar para pelaku retail tak takut untuk bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.
"Ada beberapa yang survive harus mengubah dari mal yang tadinya menjual barang saja menjadi experience mal, karena apa orang sekarang mau datang ke mal untuk dapatin experience yang berbeda makan, ketemu orang, untuk itu harus dilakukan yang namanya sebuah proses transformasi mal itu bukan tempat barang tetapi tempat bertemunya manusia dalam kebutuhan dia sebagai human being," pesannya.