Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada November 2019 kembali negatif. Neraca dagang tercatat tekor US$ 1,33 miliar.
Angka tersebut berasal dari ekspor November 2019 sebesar US$ 14,01 miliar dan impor sebesar US$ 15,34 miliar.
Dengan total nilai impor US$ 15,34 miliar, maka dibandingkan Oktober 2019 impor naik 3,94%. Peningkatan impor terjadi baik di komoditas migas maupun non migas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan Indonesia perlu ekstra hati-hati terhadap defisit neraca dagang yang kembali dialami Indonesia. Pasalnya, ekspor Indonesia yang turun menandakan adanya perlambatan ekonomi pada perdagangan global.
"Kita perlu ekstra hati-hati, karena perekonomian melambat, perdagangan internasional melambat, jadi permintaan turun. Jadi kita harus ekstra hati-hati ke depan," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Neraca dagang sepanjang tahun ini juga masih terjadi defisit sebesar US$ 3,11 miliar. Meski lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, namun kondisi global saat ini perlu ekstra perhatian.
Pada November ekspor Indonesia tercatat hanya US$ 14,01 miliar. Ekspor non migas turut berkontribusi pada lesunya ekspor bulan ini. Sedangkan untuk industri pengolahan yang mengalami penurunan antara lain besi baja, logam, kendaraan motor, dan bubur kertas.
Ekspor Indonesia turun paling dalam ke China yang hanya tercatat US$ 348 juta.
Sementara untuk kenaikan impor, beberapa jenis barang konsumsi yang impornya naik di November antara lain buah-buahan seperti apel dan jeruk dari China.
"Itu yang menyebabkan barang konsumsi mengalami kenaikan," kata Suhariyanto.
Jokowi jengkel dengan data ini?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) jengkel lantaran Indonesia selalu mengalami defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan defisit neraca perdagangan. Kondisi tersebut disebabkan Indonesia yang doyan impor.
"Kita ini berpuluh tahun memiliki masalah besar yang namanya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan gara-gara impor kita lebih besar dari ekspor kita. Dikit-dikit ngimpor, dikit-dikit ngimpor," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019).
Hal itu dia sampaikan dalam Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Impor paling besar ini disumbangkan oleh energi dan barang modal maupun bahan baku. Namun untuk barang modal dan bahan baku, dirinya tak mempermasalahkan lantaran bisa diekspor kembali.
"Sebenarnya barang modal dan bahan baku nggak apa-apa karena bisa kita reekspor. Tapi yang berkaitan dengan energi sudah luar biasa. Minyak yang dulunya kita nggak impor, sekarang impor," ujarnya.
Tekornya neraca dagang diperparah oleh produk turunan dari petrokimia. Hal itu membuat defisit tak bisa dibendung.
"Impor minyak kita mungkin kurang lebih sekarang ini 700-800 ribu barel. Pak Menteri kurang lebih ya? Per hari. Jangan mikir pertahun. Baik itu minyak baik itu gas, dan juga ada turunan petrokimia sehingga membebani, sehingga menyebabkan defisit," tambahnya.
Apa ancama dari Jokowi?
Jokowi menilai ada oknum yang membuat Indonesia selama ini ketergantungan impor gas. Menurutnya pihak tersebut sengaja menghalangi Indonesia untuk mandiri di sektor energi. Dirinya pun sudah mengetahui siapa orang tersebut.
Padahal menurutnya, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Misalnya saja batu bara. Komoditas ini bisa disulap menjadi gas sehingga Indonesia tidak perlu impor gas lagi.
"Kok kita impor? Nah ini yang senang impor ini. Bukan saya cari, sudah ketemu lah siapa yang senang impor. Sudah ngerti saya. Hanya perlu saya ingatkan bolak-balik, hati-hati, kamu hati-hati, saya ikuti kamu," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019).
Jokowi mengingatkan oknum tersebut untuk tidak menghalang-halangi Indonesia dalam menghilangkan ketergantungan impor gas.
"Jangan halangi orang ingin membikin batu bara menjadi gas gara-gara kamu senang impor gas. Kalau ini bisa dibikin ya sudah nggak ada impor gas lagi. 'Lah saya kerja apa pak?' Ya urusanmu. Kamu sudah lama menikmati ini," tegasnya.
Dia menjelaskan bahwa batu bara merupakan komoditas yang melimpah di Indonesia. Itu harusnya dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap gas yang masih diimpor.
"Gas ini, sebetulnya batu bara bisa di substitusi menjadi gas sehingga nggak perlu impor, nggak perlu sebetulnya LPG karena bisa dibuat dari batu bara yang kita ini sangat melimpah," tambahnya.
Simak Video "Video: RI Dihantam Badai PHK, Jumlah Pengangguran Naik Jadi 7,28 Juta Orang"
[Gambas:Video 20detik]