Tekan Impor, RI Genjot Produksi Benih Unggul Kayu Putih

Tekan Impor, RI Genjot Produksi Benih Unggul Kayu Putih

Pradito Rida Pertana - detikFinance
Rabu, 18 Des 2019 20:50 WIB
Menristek Bambang Brodjonegoro cek inovasi kayu putih di Gunungkidul/Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom


Sementara itu, peneliti dari BBPPBPTH Kementerian LHK, Anto Rimbawanto mengatakan, pertimbangan utama dalam riset pemuliaan kayu putih ini adalah karena masih sangat rendahnya produktivitas minyak kayu putih nasional. Di mana saat ini hanya mampu memasok 15% dari kebutuhan bahan baku industri obat-obatan dan farmasi dalam negeri.

"Akibatnya, kekurangan pasokan sebesar 85% dipenuhi dari impor minyak substitusi berupa minyak ekaliptus. Dan perlu kami sampaikan, bahwa kebutuhan bahan baku minyak kayu putih untuk industri obat kemasan dalam negeri tercatat mencapai lebih dari 3500 ton per tahun," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memperhatikan kondisi ini, BBPPBPTH melakukan riset pemuliaan tanaman kayu putih secara intensif dan berkelanjutan untuk peningkatan rendemen minyak dan kandungan senyawa 1,8 cineole. Mengingat 2 karakter ini menjadi komponen utama dalam peningkatan produktivitas tanaman kayuputih.

"Kelebihan benih unggul ini ada pada rendemen, rendemen itu adalah berapa daun yang dimasak dan berapa minyak yang dihasilkan. Kalau bukan benih unggul itu rendemen hanya 0,6 sampai 0,8 persen, jadi kalau hanya masak 100 kg (daun kayu putih), dia hanya dapat 600-800 cc. Nhah, dengan benih ini bisa dapat 1,5 kilogram jadi hampir 2 kali lipat," ujarnya.

"Maka, diharapkan dalam kurun waktu lima tahun dapat dicapai kapasitas produksi minyak kayu putih sebesar 2000 ton per tahun atau pengurangan impor minyak substitusi sebesar 66 persen. Dan dalam kurun waktu sepuluh tahun akan tercapai kapasitas produksi minyak kayu putih nasional mencapai 3000 ton per tahun," imbuh Anto.


Menurut Anto, untuk pengembangan benih unggul kayu putih di Gunungkidul sendiri baru mencakup 10 hektare. Di mana 10 hektare itu terdiri dari 5 hektare lahan di petak 93 dan 5 hektare lahan di petak 95.

"Untuk 1 hektare kira-kira ada 5 ribu pohon, dikali 3 kg jadi ada 15 ton, dan kali 125 bisa ada 180 kilogram minyak (kayu putih). Kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp 48 juta," katanya.

Namun, ia menyebut saat ini petani belum bisa memanen tanaman kayu putih yang berasal dari bibit unggul. Mengingat untuk memanen tanaman kayu putih membutuhkan waktu perawatan maksimal 24 bulan.

"Petani hanya perlu merawat sampai umur 24 bulan, dia belum bisa panen daunnya, nanti setelah 24 bulan baru bisa memanen daunnya. Dari situlah pohonnya nanti akan merawat petaninya dengan uang," katanya.

(hns/hns)

Hide Ads