Kadin Apresiasi Penurunan Bea Masuk Barang Impor Demi IKM

Kadin Apresiasi Penurunan Bea Masuk Barang Impor Demi IKM

Yakob Arfin - detikFinance
Jumat, 27 Des 2019 11:38 WIB
Foto: Bea Cukai
Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambut baik atas kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah yang menyesuaikan nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman melalui perdagangan elektronik atau e-commerce menjadi US$3 atau setara Rp 42.000 per barangnya.

Sebelumnya, bea masuk impor sebesar 7,5% hanya berlaku untuk barang impor dengan nilai paling kecil US$ 75 atau Rp1,05 juta. Sementara pungutan pajak dalam rangka impor diberlakukan normal (tidak ada batas ambang bawah/de minimis) dan rasionalisasi tarif ditetapkan dari semula (sesuai PMK No.112/PMK.04/2018) total Β± 27,5%-37,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP atau PPh 20% tanpa NPWP) menjadi Β± 17,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%).

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik Raden Pardede mengatakan pihaknya mendukung kebijakan tersebut. Hal itu karena pemerintah telah merespons masukan dari dunia usaha mengenai semakin meningkatnya impor barang kiriman melalui platform e-commerce, yang dikhawatirkan akan mengganggu industri nasional terutama Industri Kecil dan Menengah (IKM).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Raden berharap kebijakan tersebut dapat menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran.


"Kebijakan ini menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dan melindungi industri kecil dan menengah dalam negeri," kata Raden dalam keterangannya, Jumat (27/12/2019).

Selain itu pihaknya juga berharap agar IKM Indonesia juga dapat memanfaatkannya untuk memperbaiki diri meningkatkan daya saing dan bukan untuk dilakukan proteksi terus menerus.

Seperti diketahui, berdasarkan catatan dokumen impor, sampai saat ini e-commerce melalui barang kiriman di tanah air mencapai 49,69 juta paket pada tahun 2019 meningkat tajam dari sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada tahun 2018. Sementara pada tahun 2017 6,1 juta paket atau tumbuh sebesar 254% dibanding tahun 2018 dan 814% dibandingkan tahun 2017.

Karena derasnya impor, beberapa sentra-sentra perajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk jadi dari Cina. Untuk itu, dalam aturan baru ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu dan garmen.

Sehingga khusus untuk tiga komoditas tersebut, tetap diberikan de minimis untuk bea masuk sampai dengan USD 3 dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN) yaitu, Bea Masuk untuk tas 15% - 20%, sepatu 25% - 30%, produk tekstil 15% - 25%, masing-masing dengan PPN 10% dan PPh 7,5% - 10%.

Senada dengan Raden, Ketua Komite Tetap Perdagangan Kadin Indonesia Tutum Rahanta mengatakan bahwa ini merupakan tanggapan positif pemerintah yang telah menerima usulan dari dunia usaha, untuk menyelamatkan IKM yang terimbas dari impor barang melalui e-commerce.

"Ya inilah bukti nyata dari Kementerian Keuangan yang melindungi kita dengan kebijakan ini. Kami sangat mengapresiasinya, mudah-mudahan IKM kita dapat membanjiri konsumen kita sendiri," tambah Tutum.


Sementara itu, Wakil Ketua Komite Tetap Perpajakan Kadin Indonesia Herman Juwono menilai kebijakan baru tersebut akan mendorong pebisnis di bidang e-commerce untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan memiliki NPWP. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan untuk memperluas ekstensifikasi wajib pajak.

Selama ini, kata dia, bisnis di bidang e-commerce baru membayar pajak sekitar 20% dari total keseluruhan kegiatan perdagangan melalui e-commerce.

"Diharapkan penerimaan dari sektor bea masuk dan pajak impor tersebut nantinya dapat meningkat untuk penerimaan negara," pungkas Herman.


(akn/hns)

Hide Ads