Di satu sisi, Indonesia diuntungkan dengan kemunculan ojol baru seperti Maxim lantaran bisa menyerap banyak tenaga kerja. Namun di sisi lain, kemunculannya membuat tenaga kerja di Indonesia tidak meningkat.
"Di satu sisi diuntungkan sementara karena banyak tenaga kerja terserap. Tapi kalau selamanya seperti ini ya selamanya tenaga kerja kita akan sulit untuk naik ke tahap yang lebih tinggi," ujar Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus, saat dihubungi detikcom, Minggu (29/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mengenal Ojol Maxim, Penantang Gojek-Grab |
Menurutnya, adanya ojol Maxim hanya mampu menyerap tenaga kerja untuk seseorang dengan skill menengah ke bawah. Dalam jangka waktu panjang juga kesejahteraannya tidak akan meningkat, karena pendapatannya tergantung pada orderan.
"Jadi rider yang sudah ada sekarang dia 5-10 tahun akan gitu-gitu saja. Paling untuk biaya hidup setiap hari tapi kesejahteraan dia sulit untuk meningkat. Dia tergantung pasar, tergantung orderan dari aplikasi. Nah akhirnya dia 5-10 tahun nggak akan jadi manajer," ungkapnya.
Untuk itu, pemerintah diminta agar bisa menarik investor yang mampu menyerap tenaga kerja tidak hanya untuk menengah ke bawah, melainkan juga untuk menengah ke atas yang memiliki skill tinggi.
"Kalau yang skill-nya di atas itu ya dia nggak akan mau jadi rider, dia mau yang lebih tinggi gitu kan. Jadi harus ada keseimbangan antara bagaimana pemerintah bisa menarik investor yang padat karya, tapi padat karyanya yang bisa menyerap tenaga kerja yang punya skill tinggi," katanya.
(dna/dna)