Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Menurut Pengamat penerbangan Alvin Lie ada banyak faktor yang mempengaruhi tiket pesawat selain harga avtur.
Salah satunya, Alvin menyebutkan nilai tukar rupiah. Menurutnya, nilai tukar berpengaruh besar terhadap jumlah biaya yang mesti dibayarkan maskapai untuk avtur. Pasalnya, avtur dibeli dengan patokan harga internasional, dan juga dengan acuan mata uang asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, gaji karyawan juga berkontribusi terhadap ongkos operasional maskapai. Pasalnya, setiap tahun gaji karyawan harus ada kenaikan, imbasnya ongkos operasional pun harus naik.
"Belum lagi perusahaan kan harus bayar gaji karyawan. Setahun aja bisa naik 5%, kadang 10% malahan kan. Nah ini sejak 2015 gaji pegawai naik berapa kali kan," papar Alvin.
Tarif yang harus dibayarkan maskapai di bandara pun menjadi salah satu faktor kenaikan harga tiket pesawat. Pasalnya, tarif Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) naik terus tiap dua tahun sekali.
"Tarif-tarif lain juga mesti dihitung. Tarif bandara juga nih, PJP2U alias airport tax tiap dua tahun sekali direvisi," ungkap Alvin.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pernah menyatakan bahwa harga avtur jadi biang kerok mahalnya tiket pesawat. Saking mahalnya, menurut Budi Karya, beberapa maskapai menutup rute.
"Salah satu masalah penerbangan adalah badan usaha angkutan udara negara mulai memberhentikan operasi beberapa rute penerbangan. Ini akar masalahnya adalah tingginya harga avtur, harga tiket jadi mahal," ungkap Budi Karya di ruang rapat V DPR, Jakarta, Senin (25/11/2019).
(dna/dna)