Jakarta - Pemerintah menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Omnibus Law sudah diajukan kepada DPR RI selambat-lambatnya minggu kedua Januari 2020 ini.
Sebelum sampai ke sana, Institute on Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan pemerintah beberapa hal terkait investasi terutama terkait promosi investasi.
"Masalah dari promosi investasi adalah pemerintah selama ini terlalu banyak prioritas," ujar Peneliti INDEF Centre of Investment, Trade, and Industry Ariyo DP Irhamna, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diperparah dengan perbedaan prioritas investasi yang terjadi antar kementerian atau lembaga (K/L).
"Selain itu, prioritas yang dimiliki BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) berbeda dengan prioritas industri yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian dan kementerian teknis lainnya," sambungnya.
Untuk itu, dalam UU 'Sapu Jagat' ini prioritas investasi harus benar-benar diselaraskan satu sama lainnya.
"Omnibus Law perlu mengatur prioritas investasi agar selaras dengan prioritas industri, pemerintah juga harus selektif memilih investor yang potensial," katanya.
Adapun kriteria investor potensial yang dimaksud adalah investor yang mampu komitmen dengan kerja sama yang dijalankannya.
"Beberapa karakteristik investor yang perlu dimiliki adalah investor yang komitmen menyediakan atau memfasilitasi ahli teknologinya, serta komitmen untuk menggunakan tenaga kerja lokal dan sumber daya lokal kita," terangnya.
Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah sebelum mengajukan Omnibus Law ke DPR adalah terkait perencanaan investasi, izin investasi, hingga pengendalian dan pelaksanaan investasi.
"Selama ini pemerintah, hanya fokus terhadap hilir (realisasi investasi) namun sayangnya masih sangat lemah di hulu (perencanaan investasi), sehingga dalam Omnibus Law nanti perlu juga memasukkan aturan yang memperkuat BKPM dalam perencanaan investasi," ucapnya.
Demikian pula dengan izin investasi yang selama ini kerap terhambat oleh izin lokasi dan izin teknis.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia menyarankan sebaiknya kegiatan penanaman modal bisa dilakukan ketika sudah mendapatkan Izin Usaha. Setelah itu, investor wajib mendapatkan izin-izin lainnya sesuai dengan kebutuhan jenis/industri investasi, izin lokasi, izin lingkungan, izin komersial/operasional, dan izin-izin teknis berdasarkan industri.
"Sehingga investor sudah bisa melakukan sewa kantor, rekrut karyawan, iklan dan aktivitas bisnis dasar lainnya," tuturnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut dapat mempercepat realisasi investasi tanpa mengabaikan atau menghapus izin-izin teknis yang juga penting untuk menjaga ekosistem lingkungan hidup dan hak sosial.
Hal lain yang juga sering luput adalah aspek pengendalian dan pelaksanaan. Ke depan, diharapkan dalam Omnibus Law aspek ini dapat lebih diprioritaskan sebab perannya yang cukup krusial yakni berupa pengawasan aktifitas penanaman modal.
"Aspek ini penting karena harus memastikan investor mendapatkan hak serta bisnisnya dapat berkembang tanpa melanggar peraturan yang berlaku," tutupnya.