"Dulu dibikin Satgas 115 ini karena ketidakyakinan dengan aparat yang ada. Sehingga harus bikin Satgas. Oke sudah ada, kita akan tindak lanjuti. Tapi penjagaan kita tetap jalan. Tapi saya tak mau perintah, tenggelamkan! Untuk apa? Itu bagi saya hanya sekadar cerita," terangnya.
"Orang silakan saja kalau menganggap saya lihat. Yang penting lihat kinerja anak-anak saya, PSDKP. Lihat koordinasi saya dengan Angkatan Laut, saya sangat diterima. Lihat sama polisi, saya sangat diterima. Kita sama kok, sama-sama jaga. Dan saya sangat yakin teman-teman polisi itu bangga untuk menjaga tanah airnya. Angkatan Laut juga bangga," sambung Edhy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengawasan dini kita kan sudah ada melalui VMS. Kapal siapa saja yang kita kasih izin itu sudah ketahuan. Mau home base-nya di Juana, di Semarang, di Blora, di Pontianak, ini kapalnya milik siapa itu ada, kelihatan. Kalau dia melakukan transhipment, dia nggak menangkap, dia lagi jalan itu kelihatan. Dia menarik menggunakan alat tangkap apa itu kelihatan. Dari simulasi itu kelihatan. Memang kita harus lengkapi lagi dengan real-time satelite. Memang harganya mahal, tapi itu perlu kita lakukan," urainya.
Sehingga, ia menilai pengawasan di perairan Indonesia akan lebih kuat meski Satgas 115 tak lagi bertugas. Edhy menegaskan, meski ia berencana merombak beberapa aturan dan mekanisme yang dilakukan pejabat sebelumnya, namun ia akan mengendalikan segala keputusannya dengan optimal, dan berkoordinasi.
"Laut ini terlalu besar untuk kita kelola sendiri. Kita nggak bisa mengutamakan ego mengelola laut. Jadi semua kebijakan yang kita buat, kontrol yang paling utama. Buat apa kita menyulitkan yang lain?" tandas Edhy.
(zlf/zlf)