Aduan Masyarakat Terbanyak di 2019: Soal Pinjol hingga Asuransi

Aduan Masyarakat Terbanyak di 2019: Soal Pinjol hingga Asuransi

Soraya Novika - detikFinance
Selasa, 14 Jan 2020 11:06 WIB
Foto: istimewa
Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menerima sebanyak 1.871 pengaduan sepanjang tahun 2019. Terdiri atas, aduan konsumen kolektif sebanyak 1308 kasus dan konsumen individual sebanyak 563 aduan.

Hasilnya, aduan terbanyak berasal dari sektor jasa keuangan yang jumlahnya mencapai 46,9% dari total aduan yang diterima YLKI sepanjang 2019.

Secara rinci YLKI mencatat, dari jumlah aduan konsumen tentang jasa keuangan, aduan mengenai masalah perbankan mencapai 106 kasus, pinjaman online 96 kasus, belanja online/uang elektronik 34 kasus, leasing 32 kasus, dan asuransi 21 kasus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyaknya jumlah aduan di sektor ini menjadi indikator bahwa OJK (Otoritas Jasa Keuangan) belum benar-benar hadir sebagai pelindung konsumen, pengawasan OJK masih lemah dan kurang efektif terhadap operator," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di Kantor YLKI, Jakarta, Selasa (14/1/2020).


Aduan di sektor jasa keuangan setiap tahunnya adalah yang paling mendominasi dibandingkan sektor lainnya.

"Menarik dicermati adalah pengaduan produk jasa keuangan ini sejak 2012 menduduki rating yang sangat dominan dalam pengaduan di YLKI, selalu pada rating pertama," tambahnya.

Menurut Tulus, minimnya literasi finansial menjadi penyebab utama sektor ini senantiasa ramai akan keluhan konsumen.

"Literasi finansial konsumen di bidang jasa keuangan masih rendah, sehingga tidak memahami secara detil apa yang diperjanjikan atau hal-hal teknis dalam produk jasa finansial tersebut. Apalagi saat ini lagi maraknya pinjaman online, tak heran semakin masif pula pelanggaran hak-hak konsumen di bidang jasa finansial ini terjadi," tuturnya.



Selain itu, minimnya edukasi dan pemberdayaan konsumen yang dilakukan oleh operator juga berpengaruh.

"Operator jasa finansial hanya piawai memasarkan produknya, namun malas memberikan edukasi dan pemberdayaan pada konsumennya. Padahal hal tersebut sangat penting agar konsumen mengetahui Product Knowledge dari produk finansial
tersebut," imbuhnya.

Lebih lanjut, pengawasan oleh regulator khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun dinilai masih tergolong lemah sehingga masih banyak konsumen yang terjebak pada kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di sektor tersebut.

"YLKI menduga masih lemahnya pengawasan OJK terhadap industri finansial, dikarenakan OJK tidak mempunyai kemerdekaan finansial dalam menjalankan tugas dan fungsinya," pungkasnya.


(zlf/zlf)

Hide Ads