Selain dua skema baru tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga akan memperketat penyaluran demi menghindari penyalahgunaan dana desa, seperti kasus 56 desa fiktif di Konawe, Sulawesi Tenggara.
Pertama, penggunaan dana desa oleh Kepala Daerah akan diawasi melalui aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OM-SPAN). Dalam pengawasan ini, Kemenkeu juga berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah daerah juga disyaratkan menggunakan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) sehingga Kemenkeu dan BPKP dapat melihat penyaluran dana desa terhadap program-program di desa tersebut.
"Di samping itu kita juga ada sistem keuangan desa yang dibangun BPKP, ini telah disinergikan dengan OM-SPAN. Ini untuk melihat bagaimana pola pembelanjaan dana desa yang dilakukan oleh daerah, bisa langsung kelihatan dengan sistem itu," jelas pria yang akrab disapa Prima tersebut.
Kemenkeu pun akan memaksimalkan kinerja Whistleblowing System sebagai wadah yang menerima laporan-laporan penyelewengan dalam hal ini yang dilakukan di desa.
"Whistleblowing System juga dibangun, di Kemendes dan Kemendagri ada. Jadi kalau ada hal-hal penyalahgunaan tentunya kita akan sikapi ini dengan perhatian yang penuh. Itu pengawasan yang akan kita lakukan," imbuh Prima.
Sejauh ini, dalam penyaringan desa-desa fiktif, pihaknya masih menunggu verifikasi yang dilakukan Kemendagri dan Pemerintah Daerah (Pemda). Nah, dalam menerima data desa, Kemenkeu akan melakukan verifikasi antara data dari Pemda dengan data dari Kemendagri.
"Tentunya kita masih terus melakukan penelitian dan verifikasi. Garda terdepan sebenarnya adalah Pemda dan Kemendagri karena punya tugas secara langsung untuk melihat daerah seperti apa. Makanya kita juga buat ketentuan dalam PMK 205 bahwa yang namanya data desa itu bisa kita dapatkan langsung dari daerah. Jadi akan ada suatu check and balance antara data yg disampaikan ke Kemendagri dan kita," tutup Prima.
(dna/dna)