Kemenhub Setuju Tunda Larangan Truk Obesitas, Tapi...

Kemenhub Setuju Tunda Larangan Truk Obesitas, Tapi...

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 16 Jan 2020 22:30 WIB
Truk Obesitas (Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom)
Jakarta - ementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan saling silang pendapat soal larangan truk obesitas alias over dimension over load (ODOL). Di satu sisi Kemenhub sudah menyiapkan bahwa di tahun ini tidak lagi ada truk ODOL masuk tol.

Namun, di sisi lain Kemenperin menilai kalangan industri belum siap, dan meminta transisi waktu lebih lama untuk memberikan kesempatan bagi industri bersiap soal larangan truk obesitas. Kemenperin minta waktu transisi hingga 2024.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun buka suara terkait silang pendapat ini. Dia bercerita sudah bertemu dengan Menperin Agus Gumiwang membahas masalah truk obesitas.
Ambil jalan tengah, Budi Karya menyetujui adanya waktu transisi. Tapi tidak sampai tahun 2024, Budi Karya menegaskan hanya memberi waktu transisi sampai 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya informal sudah bicara dengan Menperin. Kita mungkin akan mentolerir dari segi waktu, dia mintanya 2024 tapi kita mungkin akan kasih sampai 2022," kata Budi Karya di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2020).

Namun, untuk lintas tol Jakarta ke Karawang, Budi Karya menegaskan tidak ada keringanan. Dia tetap tegas melarang truk obesitas untuk masuk ke dalam tol. Alasannya agar kecepatan perjalanan Jakarta-Bandung tidak melambat karena truk obesitas.

"Tapi yang tidak bisa di tawar itu tol Jakarta-Karawang tetap berlaku. Kami sudah siapkan alat-alat pantaunya di sana, kami nggak mau kecepatan Jakarta-Bandung terkoreksi lagi. Itu tetap akan kami berlakukan," tegas Budi Karya.

Budi Karya menilai truk obesitas memberikan dua kerugian besar. Yaitu, kecepatan kendaraan yang terlampau lambat mengganggu pengguna jalan lain. Kedua truk obesitas ini merusak jalan.

"Keterlambatan itu kerugian buat banyak orang juga kan. Dia punya masalah dua hal, merusak jalan dan mengurangi kecepatan, dia kan cuma 30 km per jam," kata Budi Karya.


(dna/dna)

Hide Ads