Berdasarkan Forbes, kisah bisnis Kyuk-Ho dimulai pada tahun 1941 saat ia merantau ke Jepang, dan memakai nama Takeo Shigemitsu. Pada 1948, Kyuk-ho mendirikan perusahaan yang berfokus ke produksi permen karet bernama Lotte.
Usaha ini pun menjadi sangat sukses. Kyuk-ho memutuskan untuk merambah ke model bisnis lain, mulai dari cokelat, konveksi, hingga properti.
Kesuksesannya tidak membuat ia lupa pada negeri asalnya. Pada tahun 1966, ia memutuskan untuk pulang dan membawa bisnisnya kembali ke Korea.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesuksesan Lotte Group terus berkembang hingga akhirnya dinobatkan sebagai perusahaan konglomerasi terbesar nomor lima di Korea. Jejaring bisnisnya berkembang tak lagi hanya ritel, tapi juga hotel, hiburan, dan kimia.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, Lotte berfokus pada pengembangan unit kimianya. Tahun 2016, Lotte Chemical mengakuisisi bisnis kimia Samsung sebesar US$ 2,6 miliar, dan anak perusahaannya Lotte Chemical Titan di Malaysia mengumpulkan US$ 878 juta dari penawaran umum perdana pada tahun 2017, yang merupakan listing terbesar negara Asia Tenggara dalam lima tahun. Tahun lalu, pabrik Lotte Chemical senilai US$ 3,1 miliar di Louisiana, proyek bersama dengan Westlake Chemical, juga memulai produksi.
Dikutip dari kantor berita Korea Selatan, YonHap, Senin (20/1/2020), aset Kyuk-ho diperkirakan bernilai lebih dari 1 triliun won.
Lotte Group memiliki banyak afiliasi, termasuk Lotte Shopping Co, Lotte Chemical Corp dan Lotte Engineering & Construction Co. Kyuk-ho memegang 3,1% saham di Lotte Corp, perusahaan induk konglomerat, bersama dengan saham di Lotte Chilsung Beverage Co, Lotte Shopping Co, dan Lotte Confectionary Co.
Tidak berhenti di situ, Kyuk-ho juga memiliki 6,87% saham di afiliasi non-terdaftar Lotte Property & Development, serta aset real estat di Korea Selatan, diperkirakan mencapai sekitar 450 miliar won. Selain itu, Kyuk-ho juga memegang saham di afiliasi Jepang, termasuk 0,83% saham di Kojunsha Corp yang krusial, perusahaan holding virtual grup itu.
(hns/hns)