Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang menilai kebijakan pelarangan truk obesitas alias over dimension over load (ODOL) oleh Kementerian Perhubungan membuat industri terganggu dalam melakukan kegiatan logistik.
Bertolak belakang, Kemenhub sendiri menilai kehadiran truk obesitas ini justru membawa kerugian, khususnya bagi pengguna jalan lain.
"Dengan adanya truk ODOL, maka keselamatan masyarakat umum maupun pengguna jalan lainnya terancam," ungkap Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi dalam keterangannya, Kamis (23/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi juga menyebut kerugian materi yang disebabkan oleh pengoperasian truk ODOL mencapai Rp 43 triliun. Hal itu diketahuinya dari data Kementerian PUPR yang menyebut kerugian akibat jalan rusak karena truk obesitas.
Baca juga: Truk Obesitas Tetap 'Haram' Lewat Tol Ini |
"Demikian pula dengan kondisi kerusakan jalan, mengutip data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kerugian ini mencapai Rp 43 trliun," kata Budi.
Kemudian, Budi juga menjabarkan bahwa berdasarkan data Korlantas Polri, di tahun 2018 truk ODOL menjadi salah satu penyebab terbesar kecelakaan lalu lintas.
"Berdasarkan data dari Korlantas Polri (Integrated Road Safety Management System/ IRSMS) tentang kecelakaan tahun 2018, truk ODOL menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebab kecelakaan lalu lintas," ungkap Budi.
Sebelumnya, Menperin Agus Gumiwang bukan hanya mengeluhkan kebijakan zero ODOL saja. Dia juga meminta agar Kemenhub memberikan kelonggaran agar truk ODOL masih bisa lewat jalan tol.
Kemenhub akhirnya masih mengizinkan truk ODOL masuk jalan tol hingga tahun 2022. Namun, truk obesitas yang diizinkan hanya boleh mengangkut lima komoditas. Mulai dari semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, dan air minum kemasan.
(zlf/zlf)