"Kalau kemudian virus ini berlangsung secara lama, kita prediksikan ini akan mengarah semua pada potensi pertumbuhan 4,9%. Kemarin kan BPS merilis pertumbuhan 2019 kita 5,02%. Jika di 2020 ada beberapa kejadian termasuk corona ini, paling tidak bisa terkoreksi 0,1% sampai 4,9%," kata Faisal dalam acara diseminasi hasil analisis Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan outlook ekonomi dan perdagangan 2020 di Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Ia kemudian membandingkan penyebaran virus corona dengan SARS yang terjadi pada tahun 2002-2004 lalu. Meski dari jumlah kematian virus corona ini lebih rendah dibandingkan SARS, namun dari jumlah korban terpapar lebih banyak dalam kurun waktu satu bulan lebih, hingga saat ini sudah sekitar 41 ribu orang yang terpapar.
"SARS satu tahun itu jumlah yg terpapar 8.096 dan sekarang novell corona itu dua hari yang lalu saya catat masih 37,5 ribu tapi sekarang sudah 41 ribu lebih, sangat cepat sekali. Meskipun tingkat kematian jumlah yg terpapar itu lebih rendah dibandingkan dengan SARS," ujar Faisal.
Ia menjelaskan, jika melihat dampaknya pada perekonomian, maka jumlah korban yang terpapar dan kecepatan penyebaran virus corona inilah yang punya pengaruh signifikan, dibandingkan jumlah kematian.
"Tapi kalau kita bicara dampak pada ekonomi, bukan rate kematiannya yang penting, tapi tingkat kecepatannya kepada banyak negara karena itu ada kekhawatiran yang mengganggu aktivitas ekonomi," ungkapnya.
Baca juga: IHSG Ditutup Stagnan di 5.955 |
Selain itu, penyebaran virus corona ini paling besar di Provinsi Hubei, China. Faisal mengatakan, pertumbuhan ekonomi Hubei pada tahun 2019 sebesar 7,3%, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional China yakni 6%. Sehingga, hal ini akan memberikan dampak besar pada ekonomi China, juga ke Indonesia.
"Hubei itu tumbuh 7,3%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi China ketika dia mengalami freezing dan aktivitas ekonomi berhenti. Ini pasti sangat berdampak besar terhadap perekonomian China dan juga beberapa daerah yang lain, termasuk di antaranya Starbucks itu 50% tutup di China, Apple tutup semua, Disneyland di Shanghai itu berhenti beroperasi," pungkas dia.
(dna/dna)