Sumba Timur Jadi Percontohan Industrialisasi Rumput Laut

Sumba Timur Jadi Percontohan Industrialisasi Rumput Laut

Akfa Nasrulhak - detikFinance
Senin, 17 Feb 2020 20:15 WIB
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jakarta -

Rumput laut yang menjadi komoditas andalan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Sumba Timur, terus didorong bukan hanya dari segi produktivitas, tapi juga sisi hilir guna mencetak rumput laut berkualitas ekspor. Komoditas rumput laut selama ini mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Sumba Timur.

Tercatat sejak 2015 hingga 2019, rata-rata pendapatan bersih pembudidaya rumput laut per tahun meningkat hingga hampir 2 kali lipat. Sebelumnya pada tahun 2015, para pembudidaya dapat meraup Rp 53,3 juta per tahun kini menjadi Rp 105,3 juta per tahun pada 2019.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyatakan dengan potensi rumput laut di Sumba Timur, jika mampu dimanfaatkan secara optimal dengan penggunaan bibit unggul seperti hasil kultur jaringan, maka akan turut menyuplai ketersediaan bahan baku industri yang berkualitas. Hal ini turut mendukung program Presiden Joko Widodo dalam rangka percepatan industrialisasi rumput laut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Industrialisasi rumput laut nasional merupakan sebuah langkah strategis yang akan menjembatani keterlibatan lintas sektoral dari mulai proses produksi di hulu hingga ke proses pengolahan dan pemasaran di hilir. Hal ini serupa dengan yang KKP telah lakukan di SKPT Sumba Timur dan akan diimplementasikan secara nasional," ujar Slamet dalam keterangan tertulis, Senin (17/2/2020).

Sebagai gambaran, lanjut Slamet, proses bisnis yang dilakukan di SKPT Sumba Timur dimulai dari penetapan lokasi sentra budi daya rumput laut di daerah Woba. Semua proses budidaya mulai dari persiapan hingga siap untuk dijual dilakukan di satu lokasi.

ADVERTISEMENT

Proses dimulai dengan penyediaan bibit melalui bantuan kebun bibit rumput laut kepada pokdakan untuk selanjutnya dibudidayakan oleh pembudi daya. Setelah rumput laut siap untuk dipanen, kelompok pembudidaya/koperasi rumput laut tidak perlu khawatir dengan penjualan karena sudah difasilitasi kemitraan dengan industri pengolah rumput laut.

Selain bantuan sarana untuk budi daya, tidak lupa juga untuk diberikan prasarana penunjang seperti pembukaan dan peningkatan akses jalan ke lokasi sentra budidaya rumput laut. Selain itu juga bantuan pembangunan MCK dan jaringan air bersih, pemasangan jaringan listrik, gudang rumput laut serta balai pertemuan yang turut berperan menyukseskan proses produksi hingga pendistribusisan hasilnya.

Untuk itu, lanjut Slamet, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sangat mengharapkan peran aktif dan kontribusi pemda serta masyarakat setempat untuk dapat menjaga keberlanjutan usaha yang telah dibangun bersama.

"Dengan demikian, misi awal pembangunan SKPT di Sumba Timur untuk memberikan dampak positif bagi pergerakan ekonomi daerah akan terwujud," pungkas Slamet.

Sebagai informasi, sejak 2017-2019 KKP telah menggelontorkan berbagai bantuan ke SKPT Sumba Timur. Di antaranya pembangunan prasarana budidaya rumput laut seperti para-para, rumah ikat, dan perahu fiber, sarana budidaya rumput laut, sarana kebun bibit rumput laut, sarana goemembran, kapal penangkap ikan, ice flake machine, coolbox, mobil pickup, serta berbagai bantuan prasarana seperti perbaikan jalan produksi, akses air bersih, jaringan listrik, MCK dan sebagainya. Total bantuan yang telah diberikan ke Kabupaten Sumba Timur sebesar Rp 53,6 miliar.

Dari bantuan yang telah diberikan, produksi rumput laut Sumba Timur mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sebelumnya, pada 2016 produksi rumput laut Sumba Timur baru mencapai 26.413 ton rumput laut basah. Sedangkan pada tahun 2019 menurut data sementara, meningkat mencapai 35.115 ton.

Senada dengan Slamet, Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Sri Yanti menyatakan SKPT Sumba Timur merupakan salah satu SKPT terbaik, karena berbagai faktor. Di antaranya keterlibatan yang tinggi dari pemda dan masyarakat sekitar, perencanaan yang matang, serta ketepatan dalam memberikan bantuan hingga bisa dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

"Selain itu, keberadaan BUMD PT Algae Sumba Timur Lestari (ASTIL) merupakan elemen penting sebagai penyerap hasil produksi masyarakat Sumba Timur. Namun untuk meningkatkan nilai tambah dan memperluas peluang pasar, maka PT. ASTIL perlu didorong untuk bisa melakukan diversifikasi produk dari Chips menjadi produk Karaginan (Semi Refined Carageenan/SRC)," kata Sri.

Sebagaimana diketahui, lanjut Sri, PT ASTIL merupakan pabrik yang memproduksi chips/ATC rumput laut, dengan kapasitas produksi mencapai 90 ton per bulan. Dengan kata lain, pabrik ini mampu menyerap suplai produksi rumput laut basah sebanyak 2.500 ton atau 250 ton rumput laut kering per bulan.

Pada tahun 2019, PT ASTIL berhasil memproduksi sebanyak 402,266 ton ATC dengan pembeli yang berasal dari luar daerah seperti PT Indoseaweed (Mojokerto), PT Galic Artabahari (Bekasi) dan PT Yuxing Algae Internasional (Situbondo). Selain pembeli dalam negeri, produk ASTIL juga menjadi komoditas ekspor dengan tujuan ke beberapa perusahaan China seperti Zhejiang Top Hydrocolloids Co. Ltd. dan PT Shanghai.

"Dengan sinergitas dan komunikasi yang baik antar pemangku kepentingan, saya yakin keberlanjutan usaha bukan merupakan sebuah mimpi," tutup Sri.

Sementara itu, Ketua kelompok Tangar Mahamu dari desa Kaliuda Kecamatan Pahunga Lodu, Sonia Tapar Kupung, menyatakan siap untuk terus mengawal bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah bersama dengan anggota kelompok yang lain.

"Kami harap pemerintah tidak lelah untuk terus memberikan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat untuk meningkatkan kapasitas pembudidaya rumput laut di Sumba Timur ini," tandasnya.




(akn/hns)

Hide Ads