Enaknya Pekerja Manufaktur, Gajian 6 Bulan Bebas Pajak

Enaknya Pekerja Manufaktur, Gajian 6 Bulan Bebas Pajak

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 14 Mar 2020 08:40 WIB
Ilustrasi THR
Foto: Muhammad Ridho
Jakarta -

Pemerintah mengumumkan insentif ekonomi dalam rangka menunjang perekonomian dalam negeri yang tengah dihimpit wabah virus corona. Pemerintah sepakat memberikan stimulus fiskal dan non fiskal.

Untuk fiskal, pemerintah sepakat menanggung pajak penghasilan (PPh) pasal 21, menunda PPh pasal 22, memberikan diskon 30% sekaligus menunda PPh pasal 25. Lalu mempercepat restitusi PPN. Sedangkan untuk insentif non fiskal, mempermudah proses impor dan ekspor. Semuanya berlaku selama 6 bulan terhitung sejak April sampai September 2020, anggarannya mencapai Rp 22,9 triliun.

Khusus untuk yang PPh pasal 21, pemerintah sepakar memberikan kepada pekerja di seluruh industri manufaktur dengan kriteria memiliki gaji Rp 200 juta per tahun. Anggaran yang disedikan sekitar Rp 8,6 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita akan memberikan skema relaksasi pembayaran PPh pasal 21 dengan memberikan bahwa yang biasanya membayar apakah itu perusahaan atau masyarakat sendiri kita akan bentuk ditanggung pemerintah 100% atas penghasilan pekerja yang memiliki income sampai Rp 200 juta per tahun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (13/3/2020).

Meski demikian, Pengamat Perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menganggap insentif fiskal jilid kedua yang diterbitkan pemerintah pada April tahun ini dianggap kurang nendang. Sebab pemberian insentif tidak berlaku untuk seluruh sektor, terutama jasa.

ADVERTISEMENT

"Menurut saya yang PPh 21 itu kurang nendang, harusnya semua sektor dapat. Karena semua terdampak, terutama jasa," kata Pengamat Perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo kepada detikcom, Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Prastowo menilai pemerintah belum memberikan stimulus untuk seluruh lapisan masyarakat. Khususnya yang penghasilannya tidak kena pajak (PTKP). Meski tidak ada kewajiban dipotong pajak, namun pemerintah tetap memberikan insentif demi menjaga daya beli di tengah merebaknya wabah corona.

Dia bilang salah satu insentif yang bisa diberikan adalah berupa bantuan langsung tunai (BLT). Menurut dia, pada stimulus jilid pertama ada penambahan nilai manfaat pada program kartu sembako dan keringanan bunga KPR untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Hanya saja, lanjut Prastowo menjelaskan tidak semua masyarakat yang berpenghasilan PTKP ke bawah masuk dalam program kartu sembako.

"Mesti ada cash transfer, BLT yang nilainya signifikan, nggak ada pilihan lain," ujarnya.

Dia pun menyarankan sumber dana BLT bisa dari beberapa anggaran belanja di tahun 2020. Khususnya anggaran belanja infrastruktur yang bisa ditunda ke tahun depan pelaksanaannya, serta menurunkan target penerimaan pajak.

Meski begitu, Sekertaris Kemenko Perekonomian Susiwijono menilai masyarakat yang berpenghasilan rendah tetap mendapat insentif. Mulai dari pemanfaatan nilai program kartu sembako dan subsidi bunga untuk kepemilikan rumah (KPR).

"Pada kebijakan pertama terdapat stimulus yang diberikan untuk melindungi daya beli 40% masyarakat terbawah, yaitu kartu sembako dan subsidi bunga perumahan," kata dia.

Susi menjelaskan, dalam stimulus jilid pertama ada penambahan nilai manfaat RP 50.000 pada program kartu sembako. Sehingga, 15,2 juta keluarga penerima manfaat (KPM) mendapatkan manfaat sebesar Rp 200 ribu selama enam bulan ke depan dan anggaran tambahannya sebesar Rp 4,65 triliun.

Sementara untuk subsidi bunga perumahan, dikatakan Susi pemerintah menambahkan alokasi anggaran Rp 1,5 triliun untuk pembiayaan 175.000 unit rumah.



Simak Video "Video: Trump: Elon Musk Kesal Karena Insentif Pajak Kendaraan Listrik Dihapus"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads