Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) memberikan penjelasan mengenai Surat Edaran (SE) Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mengenai pembatasan moda transportasi di Jabodetabek. Mereka memastikan bahwa surat edaran ini sifatnya usulan dan rekomendasi.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenkomarves, Ridwan Djamaluddin menegaskan surat edaran tersebut adalah bentuk tindak lanjut PP 21 tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam bidang transportasi.
Dia mengatakan sudah ada pemikiran dari pemerintah pusat untuk melakukan karantina kesehatan di wilayah Jabodetabek sesuai dengan PP 21 tahun 2020.
"Jadi kami mau melihat apa turunan (PP 21 2020), tindak lanjutnya bagaimana, kita sadari Jakarta adalah zona merah. Ada pemikiran bagaimana kendalikan arus yang keluar Jakarta. Dalam konteks itu muncul mekanisme Jabodetabek sebagai wilayah karantina kesehatan," kata Ridwan saat melakukan video conference bersama wartawan, Kamis (2/4/2020).
Untuk membuat suatu daerah berstatus PSBB, menurutnya harus ada persetujuan Kementerian Kesehatan. Sambil menunggu persetujuan itu, pihaknya bersama Kemenhub menyusun pedoman untuk pembatasan pada transportasi apabila PSBB dilakukan.
"Nah kalau direkomendasikan Kemenkes, kami dan Kemenhub sudah siap menyikapinya dengan SE itu. Kami berupaya upayakan cara agar jaga jarak dampaknya masif, maka keluar SE dari Kepala BPTJ," kata Ridwan.
Ridwan menegaskan, isi surat edaran ini belum menjadi mandatori alias keharusan. Pasalnya, belum ada keputusan prinsip dari Kementerian Kesehatan mengenai status PSBB di Jabodetabek.
"Itu memang rekomendasi tidak mandatori, karena keputusan prinsip belum dikeluarkan secara nasional," tegas Ridwan.
Pihaknya juga mau memberikan sosialisasi lebih awal agar masyarakat bisa bersiap apabila transportasi dibatasi karena adanya PSBB.
"Sekalian kita mau lihat respons masyarakat. Mengingatkan masyarakat, kalau ini mandatori harus siap," kata Ridwan.
(hns/hns)