Penyebaran virus Corona (COVID-19) berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat di Indonesia. Matinya berbagai aktivitas ekonomi menyebabkan masyakat sulit mencari nafkah untuk membiayai keperluan sehari-hari. Begitulah yang dirasakan oleh dua orang WNI yang berkecimpung di industri pariwisata, yakni Yohanes Susanto dan Adi Munadi.
Yohanes yang merupakan pengusaha bus pariwisata menceritakan, sejak 16 Maret 2020 lalu perusahaannya PT Laba Dapet Sejahtera yang memiliki 25 unit bus pariwisata merana akibat Corona. Terutama ketika pemerintah melarang kunjungan ke tempat wisata, menerapkan PSBB, dan juga melarang mudik.
"Saat ini semua unit kami tidak bisa beroperasi," ungkap Yohanes kepada detikcom, Rabu (22/4/2020).
Akibatnya, perusahaannya tak memperoleh pemasukan. Sementara, biaya operasional perusahaan sangatlah besar, seperti biaya perawatan bus, dan juga gaji karyawan yang jumlahnya mencapai 75 orang.
Padahal, di bulan Maret-Mei mendatang ia sudah berharap-harap akan mendapat pesanan banyak seperti periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, bulan-bulan tersebut bertepatan dengan liburan sekolah serta musim mudik Lebaran.
"Seharusnya saat ini kami sedang menuai penghasilan dikarenakan bulan Maret-Mei adalah bulan peak season serta menjelang Lebaran untuk mendapatkan order, akan tetapi saat ini sirna, hilang begitu saja," kata Yohanes.
Ia membeberkan, perusahaannya sudah memberikan bantuan langsung kepada para pegawai, serta memastikan gaji tetap diberikan. Namun, ia tak tahu sampai kapan hal ini bisa dipertahankan melihat begitu banyak kewajiban perusahaan seperti cicilan kredit bus, dan sebagainya. Ia merasa, pemerintah hanya memanjakan ojek online (ojol) dengan memberikan bantuan khusus kepada drivernya.
"Seolah pemerintah hanya peduli pada ojol. Kami juga manusia dan Warga Negara Indonesia, kami juga memiliki keluarga. Dan pada umumnya semua karyawan sekarang harus wajib memiliki sertifikasi kompentensi yang di akui oleh negara sertifikat dan kemampuannya, akan tetapi mengapa hanya ojol saja yang di perhatikan," urai Yohanes.
Selain Yohanes, Adi Munadi yang berprofesi sebagai supir freelance dari armada pariwisata juga merasakan ketikdakadilan yang serupa. Buka halaman berikutnya untuk cerita lebih lengkap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT