"Saat ini informasi yang diterima DPP penumpang umum sudah turun 90%, jadi kami bukan lagi menghitung tambah kerugian, tetapi sudah lebih kepada bagaimana restrukturisasi utang perusahaan angkutan dapat segera diberlakukan menyeluruh," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Organda, Adrian Djokosoetono kepada detikcom, Senin (27/4/2020).
"Dengan sisa penumpang 10% saja sudah tidak cukup untuk bayar bunga kredit. Sama seperti yang terjadi di angkutan udara. Kebijakan relaksasi perpajakan dan BPJS juga diharapkan segera ada realisasi," sambungnya.
Sementara, Sekjen Organda Ateng Haryono mengungkapkan, jika angkutan penumpang berhenti total secara sebulan maka potensi pendapatan yang hilang sekitar Rp 11 triliun.
"Kalau kita simulasi, seluruh angkutan yang diinvestasikan banyaknya swasta nasional berhenti maka skenario kami di angkutan penumpang kalau dihentikan sebulan kerugian kita berapa sih? Itu hampir Rp 11 triliun, sektiar Rp 10,9 triliun," ujarnya.
Angkutan logistik belum sepenuhnya berhenti. Namun, dia memperkirakan sekitar 50% berhenti. Dengan 50% berhenti, maka potensi pendapatan yang hilang sekitar Rp 7 triliun, dan jika digabung dengan angkutan penumpang maka potensi kerugiannya sekitar Rp 18 triliun.
"Kalau itu hilang, ya seberapa tahan? Saya sependapat temen-temen, itu kalau berkepanjangan semuanya lempar handuk 2-3 bulan, lempar handuk, nggak bisa ngapa-ngapain," ujarnya.
(acd/dna)