Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya sudah menyampaikan dokumen KEM-PPKF kepada DPR. Di mana, pertumbuhan ekonomi antara 4,5-5,5%. untuk inflasi sebesar 2,0-4,0%, tingkat suku bunga SPN 3 bulan 6,67-9,56%, nilai tukar rupiah berada di angka Rp 14.900-Rp 15.300 per US$.
Selanjutnya, harga minyak alias ICP di kisaran US$ 40-US$ 50 per barel. Sedangkan lifting minyak berada di antara 677-737 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1.085 ribu sampai 1.173 ribu setara minyak.
Asumsi dasar ekonomi yang diusulkan pemerintah ini dianggap terlalu optimistis, khususnya dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan harga minyak mentah. Sebab, ketidakpastian dari COVID-19 masih belum bisa diprediksi kapan berakhirnya.
"Kami nilai terlalu optimis dikarenakan kontraksi ekonomi akibat COVID masih terus berlangsung, kita belum bisa memastikan krisis kesehatan akan berhenti di kuartal ketiga atau keempat 2020, semua tergantung konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan dan kesadaran masyarakat dalam mematuhi kebijakan pemerintah," kata Anggota Komisi XI Kamrussamad.
Dia juga menilai angka pertumbuhan ekonomi di 4,5-5,5% pada 2021 pun tidak menggambarkan kegentingan, sehingga hal tersebut bertolak belakang dengan persetujuan Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Meski demikian, dirinya meminta pemerintah untuk tetap mengutamakan sektor UMKM dan informal selama pandemi Corona.
"Sepatutnya tahun 2021 kerangka pemulihan ekonomi nasional difokuskan pada sektor UMKM dan sektor informal lainya dengan alokasi pembiayaan modal kerja dengan skema bunga 0%," ungkap dia.
(hek/hns)