Untuk menangani dampak Corona di Indonesia, pemerintah telah memangkas anggaran di sejumlah kementerian dan lembaga (K/L). Anggaran yang dipangkas ini digunakan untuk percepatan penanganan COVID-19 mulai dari kesehatan sampai pemulihan ekonomi.
Namun pemangkasan tersebut dinilai masih kurang dan bisa dilakukan agar penghematan bisa lebih ketat. Ekonom senior Faisal Basri menyebut untuk memulihkan ekonomi dibutuhkan anggaran yang besar dan bisa didapatkan dari mengetatkan pengeluaran di kementerian.
Dia menilai pemotongan anggaran tersebut dilakukan belum maksimal. Faisal menilai padahal saat ini perang melawan virus sudah di depan mata dan harus diselesaikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan segala respect saya sampaikan kepada pemerintah. Kalau saya lihat saat ini prioritasnya belum menunjukkan sedang urgent kalau ini krisis," kata Faisal dalam diskusi ILUNI UI, Rabu (13/5/2020).
Dia mengungkapkan pemerintah seharusnya bisa memangkas kembali anggaran yang tidak krusial di kementerian. Misalnya Kementerian Pertahanan, ada juga anggaran Kementerian PUPR yang bisa dipangkas lagi dan pemerintah melakukan penjadwalan ulang untuk pembangunan infrastruktur.
"Kemudian di PUPR kita mau membangun apa? Sekarang yang harus diselamatkan itu manusianya. Jadi bisa dengan shifting ke proyek padat karya dulu," jelas dia.
Penjadwalan ulang proyek bisa dilakukan dan bukan dibatalkan. Lalu kementerian Agama yang anggarannya saat ini menjadi Rp 62,4 triliun dari Rp 65 triliun. Kementerian Perhubungan menjadi Rp 37 triliun dari Rp 43 triliun.
"Motongnya ecek-ecek. Keadaan normal penghematan yang dilakukan selama ini ya begini nggak mencerminkan ini urgensinya yang saya prihatin yang dipikirkan utang dulu bukan usaha dulu hemat-hemat dulu," katanya.
Kemudian anggaran Kementerian Keuangan yang dinilai hanya dipotong terlalu kecil menjadi Rp 41 triliun dari sebelumnya Rp 43,4 triliun. Lalu Kementerian Ristek yang dipangkas menjadi Rp 2,5 triliun dari sebelumnya Rp 42 triliun.
"Untuk Ristek ini ada realokasi sepertinya ke Kemendikbud yang naik kencang dari Rp 36 triliun ke Rp 70 triliun ini oke lah," jelas dia.
Klik halaman berikutnya >>>