Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dapil Jabar XI, Nurhayati mempertanyakan soal mahalnya harga rapid test hingga swab test COVID-19. Apalagi kewajiban rapid test dan swab test ini diberlakukan bagi calon penumpang yang hendak menggunakan moda transportasi udara saja sedangkan moda transportasi lainnya tidak diperlukan.
"Masalah harga rapid test ini yang semakin hari semakin naik tadinya Rp 100 ribu akhirnya lama-lama mencapai Rp 500 ribu bahkan sampai Rp 1 juta. Kemudian swab apalagi gitu kan Rp 2,5 juta sampai Rp 3,5 juta. Okelah mungkin itu adalah salah satu usaha dari pemerintah untuk masalah pencegahan COVID-19 meluas tapi yang anehnya kenapa bandara saja, kenapa hanya di angkutan udara saja, pesawat saja," cecar Nurhayati di hadapan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Sekretaris Jenderal PUPR Anita Firmanti Eko Susetyowati, Kakorlantas Polri Irjen Pol Istiono dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Menurutnya, kalau memang tujuannya untuk mencegah penyebaran COVID-19 maka seharusnya pemerintah bisa menerapkan kewajiban rapid test ini kepada penumpang di seluruh moda transportasi yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Arus manusia perpindahan manusia itu kan ada juga di terminal, kereta api, bahkan kapal penyeberangan, kapal laut nah kenapa hanya untuk pesawat. Dan kalaupun misalkan ada satu peraturan harus diberlakukan karena masalah penyebaran COVID-19 ini kenapa harus mahal gitu, pemerintah ini kemana," tuturnya.
Ia juga mempertanyakan kehadiran pihak swasta di bandara saat melayani rapid test tersebut. Menurutnya, pemerintah harusnya menghadirkan layanan rapid test dari pihak pemerintah saja agar harganya bisa ditekan.
"Dan ini kalau tidak salah ini dipegang oleh banyak swasta sehingga harga juga mereka ya gila-gilaan," tambahnya.
Untuk itu, Nurhayati menawarkan dibentuknya Panitias Khusus (Pansus) untuk mengusut masalah mahalnya harga rapid test ini.
"Kayaknya masalah harga rapid test ini harus ada pansusnya ini," pungkasnya.
(zlf/zlf)