Rapat Komisi VII DPR bersama Holding Tambang BUMN (MIND ID) diwarnai permintaan anggota komisi untuk melakukan pelibatan dalam penyaluran program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyatakan bahwa sebetulnya wajar apabila DPR meminta pelibatan dalam penyaluran dana CSR. Yang perlu diperhatikan adalah, seperti apa pelibatan anggota dewan kepada BUMN.
"Sepanjang permintaan anggota DPR terhadap CSR BUMN di dapil-nya dalam batas wajar mungkin bisa saja," kata Toto kepada detikcom, Kamis (2/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apabila pelibatan DPR menjadi campur tangan yang berlebihan pada program CSR, lebih baik pelibatan itu ditolak. Masalahnya, DPR tidak boleh kelewat batas dalam melakukan intervensi urusan BUMN.
"Kalau tingkat campur tangan legislator sudah terlalu parah dalam pengurusan CSR BUMN, sebaiknya ditolak saja. Itu sudah melampaui batas kewenangan dan dianggap sudah intervensi urusan BUMN," kata Toto.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan anggota DPR cuma boleh berkoordinasi untuk menyinkronkan program CSR BUMN bagi masyarakat di daerah pemilihannya. Dia menegaskan soal pemanfaatan CSR BUMN bukan urusan anggota DPR.
"Sebenarnya, bukan bidangnya DPR untuk melakukan pemanfaatan dana CSR, mungkin yang dimaksud adalah untuk sinkronkan program mereka dengan program CSR BUMN di daerah-daerah," ujar Piter kepada detikcom.
Piter menyebut dalam hal ini BUMN harus tegas untuk menghindari konflik kepentingan dari para anggota DPR. Menurutnya, jangan sampai program CSR mengikuti keinginan anggota DPR yang berlebihan.
"Ujungnya ini harus ada ketegasan dari BUMN agar mereka bisa hindari konflik kepentingan, kalau mereka bisa melakukan penyesuaian dan tidak mengikuti dalam tanda kutip, kepentingan DPR, itu bisa berjalan dengan baik," kata Piter.
(eds/eds)