Catatan Pengusaha buat Menteri-menteri Jokowi

Catatan Pengusaha buat Menteri-menteri Jokowi

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 07 Jul 2020 11:06 WIB
Hariyadi Sukamdani
Foto: MarkPlus, Inc
Jakarta -

Pengusaha memberi catatan kepada para menteri menyikapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sempat melontarkan isu reshuffle di depan para pembantunya itu. Jokowi jengkel masih ada menteri yang terlihat biasa saja dalam bekerja di tengah pandemi COVID-19 ini.

Namun belakangan, Mensesneg Pratikno dari pihak Istana Kepresidenan mengatakan teguran tersebut direspons positif jajaran kabinet. Oleh karena itu, menurutnya isu reshuffle kabinet saat ini sudah tidak relevan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memberi tiga poin catatan terhadap para menteri menyikapi isu tersebut. Namun dirinya tak mau masuk ke dalam persoalan reshuffle.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Aku nggak ngomong reshufflenya lah, mungkin lebih kepada outcome-nya saja deh. Jadi biar masyarakat yang bisa menilai sendiri. Nggak usah sebut menterinya," kata dia saat dihubungi detikcom, Selasa (7/7/2020).

Hal pertama yang menjadi catatan pihaknya sebagai Pengusaha adalah rendahnya penyerapan anggaran kesehatan untuk pandemi COVID-19. Saat ini realisasinya baru sekitar RP 4,09 triliun atau 4,68% dari pagu sebesar Rp 87,5 triliun.

ADVERTISEMENT

"Jadi outcomenya itu contohnya penyerapan di kesehatan. Pandemi yang lagi parah-parahnya, itu penyerapan 4,68%. Saya bingung kok bisa rendah sekali," sebutnya.

Hariyadi memahami bahwa dalam menyalurkan anggaran tersebut ada administrasi dan aturannya. Dalam hal ini dia mempertanyakan siapa yang harus bertanggung jawab.

"Aku nggak menyalahkan siapapun. Gini deh, faktanya gitu lah, gitu saja lah. Itu siapa yang tanggung jawab? namanya mencerminkan bahwa memang kondisi itu tidak cepat ditangani. Yang paling krusial kan di kesehatan," lanjutnya.

Lalu yang berikutnya adalah masalah pada stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurutnya sebagai pengusaha, stimulus yang ada belum optimal.

"Kedua itu mengenai stimulus. Stimulus itu kalau kita merasakan juga tidak merasa terbantu dengan stimulus itu, tidak optimal lah, stimulus tidak optimal. Kenapa? karena kondisinya itu tidak tepat dengan kondisi yang dibikin dalam stimulus itu," jelasnya.

Kemudian yang ketiga adalah biaya listrik dan gas. Saat ini, kata dia memang belum ada stimulusnya. Tapi pihaknya sudah menyampaikan bahwa pelaku usaha terbebani. Sebab, misalnya saja hotel dan pabrik yang tutup dan tidak beroperasi tetap dikenakan minimum charge atau biaya minimum.

"Padahal kan pabrik mati, hotel mati operasinya. Masa saya suruh bayar segitu dan itu semua kena. Kita nggak ngomong kemarin dibebasin (biaya listrik) 450 watt. Sekarang pertanyaan saya, industri apa 450 watt? sekarang kita itu butuh banget. Jadi stimulus itu kan tujuannya meringankan beban dari pelaku usaha. Nah ini kita nggak diringankan. Poinnya itu," tambah dia.


Hide Ads