Perekonomian global terus merosot akibat pandemi virus Corona (COVID-19). Bahkan, negara tetangga Singapura sudah jatuh ke jurang resesi yang mengakibatkan ancaman resesi semakin nyata.
Resesi yang bisa memberikan dampak besar bagi masyarakat harus diantisipasi. Pasalnya, dampak itu bisa berupa penurunan pendapatan masyarakat, dan angka kemiskinan dan ketimpangan yang semakin tinggi.
"Ketika resesi terjadi pasti yang terdampak adalah masyarakat kelas bawah atau miskin itu langsung tidak punya pendapatan. Kalau masyarakat kelas atas itu masih ada bidang usaha yang masih bisa dikerjakan. Tapi masyarakat kelas bawah itu akan sulit mendapatkan pekerjaan baru. Dan implikasinya adalah ketimpangan semakin tinggi," kata Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad kepada detikcom, Sabtu (18/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi itu pun bisa menimbulkan gejolak sosial yang dapat mengancam keselamatan rakyat Indonesia sendiri. "Jadi secara psikologis masyarakat terlihat jelas mulai banyak yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan banyak terjadi gejolak sosial, misalnya timbulnya angka kriminalitas yang tinggi. Ini yang harus diwaspadai," jelas Tauhid.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, ada catatan tersendiri dengan ancaman resesi ekonomi ini. Secara tegas, ia tak mau memperdebatkan potensi resesi atau tidak, namun menurutnya kondisi perekonomian saat ini sudah harus diwaspadai.
"Bahkan ketika pertumbuhan ekonomi kita di kuartal I-2020 masih bagus 2,97%, angka kemiskinan meningkat. Bagaimana bisa kalau pertumbuhan ekonomi turun di kuartal II-2020 dan dioprediksi terkontraksi 5%? Berapa banyak orang yang menjadi miskin? Berapa banyak orang yang kehilangan pekerjaan?" kata Yose kepada detikcom.
Ia mengatakan, saat ini pun dunia usaha yang menjadi penopang lapangan pekerjaan masyarakat mulai kehilangan napasnya.
"Dunia usaha sudah kehilangan napas. Mereka sudah tidak punya modal kerja, orang-orang berhati-hati membelanjakan uangnya, orang sudah banyak kehilangan pekerjaan," ungkap Yose.
Oleh sebab itu, ia menyarankan Pemerintah fokus dalam memberikan stimulus yang dapat mendongkrak perekonomian, dan juga mengatasi penyebaran wabah COVID-19 itu sendiri.
Kembali ke Tauhid, ia mengatakan Pemerintah harus meningkatkan anggaran bantuan sosial (bansos) dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mendorong konsumsi masyarakat yang jadi penopang pertumbuhan ekonomi.
"Kan bantuan sosial hanya Rp 203 triliun dari total Rp 695,20 triliun. Ini penyerapannya baru 34%, itu tidak cukup untuk pemulihan konsumsi domestik," jelas dia.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Iskandar Simorangkir mengatakan, Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2020, yang dikhawatirkan juga terkontraksi seperti prediksi kuartal II-2020, masih bisa tumbuh 0-1%. Caranya ialah mempercepat pelaksanaan PEN untuk mendapatkan hasil yang diharapkan Pemerintah.
"Dengan percepatan dan perluasan PEN seperti pembelian modal kerja Rp 2,4 juta untuk 12 juta UMKM, dan pembukaan ekonomi maka pada triwulan III-2020 bisa tumbuh positif antara 0-1%, dan tumbuh positif di atas 1% pada triwulan IV-2020. Sehingga keseluruhan tahun 2020, ekonomi Indonesia bisa tumbuh antara 0-1% dan terhindar dari resesi," jelas Iskandar kepada detikcom melalui pesan singkat.
Simak Video "Pesan Jokowi ke Pemerintah yang Baru: Hati-hati Mengelola Negara"
[Gambas:Video 20detik]
(fdl/fdl)