Realisasi stimulus fiskal yang disalurkan pemerintah untuk penanganan pandemi COVID-19 disebut rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Menanggapi hal tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan saat ini penanganan di masing-masing negara berbeda, karena kebijakan yang diambil juga disesuaikan dengan kondisi fiskal masing-masing negara.
Dia menjelaskan kebutuhan di setiap negara juga berbeda. Karena itu, jumlah anggaran yang disalurkan tidak bisa dibandingkan.
"Stimulus masalah desain kebijakan, apa yang dibutuhkan untuk tangani COVID-19 dan memulihkan ekonomi, setiap negara punya kapasitas fiskal beda-beda dan kendala pembiayaan yang beda-beda," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Senin (20/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani menjelaskan saat ini pemerintah Indonesia berupaya untuk membiayai defisit akibat penanganan COVID-19 ini.
Menurut dia, kondisi fiskal Indonesia saat ini masih aman dan terkendali dengan rasio utang yang terjaga di angka 30%. Dia menyebut pemerintah juga masih bisa menambah pembiayaan dari utang.
Sri Mulyani mengungkapkan dibutuhkan akuntabilitas dalam menangani dampak pandemi ini. Apalagi defisit Indonesia yang sebesar 6,34% membutuhkan perjuangan yang keras.
Karena itu pemerintah saat ini sangat mempertimbangkan pencairan stimulus ke perekonomian nasional. "Dengan (defisit) 6,34% saja masih struggle dari sisi pembiayaan, kalau defisit lebih besar akan lebih sulit lagi dan timbulkan ekses atau trade off governance. Jadi kecepatan dan ketetapan itu jadi bahan pertimbangan kita, nggak hanya dari segi jumlah uang yang dianggarkan," imbuh dia.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan anggaran kesehatan untuk menangkal dampak virus Corona baru terserap 5,12%. Meski sudah meningkat, serapan masih rendah jika dilihat dari total anggarannya yang mencapai Rp 87,55 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat murka lantaran serapan anggaran kesehatan masih rendah. Padahal penanganan dampak Corona sudah berjalan sekitar tiga bulan. Kemarahan Jokowi pun tercurahkan saat membuka sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020.
(kil/fdl)