Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, banyak negara berharap adanya basis pajak dari perusahaan digital. Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan terkait prinsip-prinsip mengenai pemajakan digital tersebut.
"Mengenai digital taxation di dalam G20 banyak semuanya berharap bahwa basis perpajakan baru dari sisi digital itu diharapkan. Namun sampai hari ini belum ada kesepakatan mengenai prinsip-prinsip, meskipun sekarang OECD sudah menyampaikan 2 pilar sebagai approach dalam menentukan bagaimana international taxation di bidang digital itu bisa disepakati," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN kita, Senin (20/7/2020).
Sri Mulyani menyebut, pilar pertama yakni unified approach yang fokusnya ialah hak pemajakan dari perusahaan yang beroperasi secara digital.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Unified approach fokusnya bagi hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital, secara borderless. Jadi bagaimana membagi penerimaan pajak terutama untuk PPh atau pajak profit itu antar negara berdasarkan mereka operasinya di berbagai negara," jelasnya.
"Unified approach akan terus didiskusikan dalam G20. Sebetulnya diharapkan Juli harusnya sudah ada kesepakatan, namun dengan Amerika Serikat lakukan langkah yang untuk tidak menerima dulu, ini sebabkan perlu dilakukan upaya tambahan agar dua pilar bisa disetujui," jelasnya.
Prinsip kedua ialah global anti base erosion proposal (GloBE) yakni upaya untuk menghindarkan terjadinya erosi perpajakan.
"Kalau pilar kedua adalah untuk menghindarkan terjadinya erosi perpajakan secara global atau BEPS action plan, yakni hak pemajakan tambahan untuk satu jurisdiksi atas penghasilan yang dipajaki lebih rendah dari tarif pajak efektif," terangnya.
Baca juga: Netflix Cs Mulai Dipajaki, Ini 5 Faktanya |
Sri Mulyani berharap dua pilar ini segera disepakati. Namun, ia menyadari masih akan dilakukan banyak pembahasan antar anggota G20.
"Dua pilar ini diharapkan akan bisa disepakati. Namun tentu masih akan lakukan banyak pembahasan di antar anggota G20. Dengan adanya COVID, banyak negara melihat bahwa transformasi ke era digital jadi menjadi suatu makin akseleratif. Oleh karena itu pentingnya untuk persetujuan antar anggta G20 atau secara global terhadap international tax rezime terutama terkait digital ekonomi jadi sangat penting," paparnya.
(acd/dna)