Harga Emas Cetak Rekor Tertinggi, Aman untuk Ekonomi?

Harga Emas Cetak Rekor Tertinggi, Aman untuk Ekonomi?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 28 Jul 2020 10:44 WIB
Logam mulia atau emas batangan milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) hari ini dijual Rp 702.000/gram. Harga ini terbesar dalam sejarahnya.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Harga emas mencetak rekor tertinggi. Hal ini karena para investor mencari tempat yang aman di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Mengutip CNN disebutkan harga emas memang terus mengalami kenaikan sejak awal tahun. Bahkan akhir Juli ini mencapai rekor tertinggi sejak 2011. Sepanjang 2020 ini harga emas dunia tercatat naik 27%. Akibat harga emas yang terus naik, harga perak juga merangkak naik bahkan tumbuh hingga 6% dibandingkan periode sebelumnya.

Head of Strategy Global Market AxiCorp Stephen Innes mengungkapkan emas adalah tempat yang aman atau safe haven.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian analis di UBS memproyeksi harga emas akan mencapai US$ 2.000 sebelum akhir tahun ini. Hal ini disebabkan oleh suku bunga acuan AS yang rendah, dolar AS yang melemah dan ketegangan antara AS dan China yang belum usai.

Selain itu penyebab naiknya harga emas ini adalah karena obligasi pemerintah AS dan kemungkinan Federal Reserve mempertahankan suku bunga rendah karena untuk mendorong pemulihan ekonomi.

ADVERTISEMENT

Head of Strategy Market di FXTM Hussein Sayed mengungkapkan sebagian investor berekspektasi AS akan lebih lama mengendalikan masalah pandemi ini dibandingkan negara lain.

Selain AS, Spanyol juga mencatatkan lonjakan kasus COVID-19 gelombang kedua. Kemudian Inggris juga kembali memberlakukan karantina 14 hari untuk semua orang yang baru kembali dari negara tersebut. Investor mengaku khawatir dengan pembatasan ini karena akan berdampak lagi pada perekonomian.

Lonjakan kasus turut mempengaruhi lagi pemesanan jadwal penerbangan. CEO Ryanair Michael O'Leary menjelaskan saat ini maskapai mengharapkan bisa mengangkut 60% atau lebih sedikit penumpang selama satu tahun hingga April 2021.

"Tapi itu juga bergantung pada kondisi ada atau tidaknya gelombang kedua COVID-19 pada musim gugur dan musim dingin," jelasnya.

Dalam sebuah laporan yang baru diterbitkan produk domestik bruto (PDB) Inggris akan mengalami kontraksi 11,5% pada 2020. Angka ini lebih buruk dibandingkan prediksi sebelumnya sebesar 8%. Gelombang kedua ini disebut akan membuat masalah ekonomi Eropa semakin memburuk.




(kil/fdl)

Hide Ads