Produsen ganja medis dan minyak ganja asal Canada, Aphria melaporkan penjualannya naik 28% selama pandemi. Laporan itu disampaikan oleh CEO Aphria Irwin Simon berdasarkan pembukuan hasil kuartal-II 2020 yang diumumkan pada Rabu, (29/7/2020).
Dikutip dari CNBC, Kamis (30/7/2020), penjualan ganja Aphria yang meningkat itu berasal dari pembelian pengguna ganja rekreasi. Ganja yang digunakan untuk rekreasi itu menjadi penyelamat Aphira saat penjualan yang lainnya menurun.
Aphira yang menjadi produsen ganja untuk pengobatan dan rekreasi mencatat penjualannya lebih dari US$ 42 juta setara Rp 616 miliar (kurs Rp 14.600). Secara total, pendapatan bersih perusahaan selama kuartal-II mencapai US$ 114 juta (Rp 1,6 triliun). Angka itu naik dari US$ 96,43 juta (Rp 1,4 triliun) pada kuartal tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Aphria mengalami kerugian pada sahamnya. Wall Street memperkirakan kerugian saham Aphria, 3 sen per saham. Hal itu menyebabkan sahamnya anjlok hampir 20% menjadi US$ 4,85 per lembarnya.
Sebelumnya Aphira dan jajaran produsen ganja lainnya sempat mengalami lonjakan harga saham hingga lebih dari 181% pada kuartal-I 2020.
Meskipun kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Tetapi CEO Irwin Simon tetap meningkatkan minatnya agar ganja dapat dilegalkan di seluruh bagian Amerika Serikat. Mengingat di sejumlah negara bagian, penggunaan ganja medis telah legal.
(eds/eds)