Pandemi virus Corona (COVID-19) bisa dibilang sebagai masa yang kelam bagi banyak perusahaan. Tapi kondisi ini justru sebaliknya bagi Curaleaf Holdings, perusahaan ini justru berpesta di tengah pandemi.
Curaleaf Holdings merupakan perusahaan yang menanam, memproses dan menjual ganja di Massachusetts melalui apotik di 18 negara bagian. Beberapa waktu yang lalu perusahaan telah membeli sebuah pembudidaya ganja di Chicago dan pengecer Grassroots seharga US$ 830 juta.
Akuisisi itu membuat Curaleaf menjadi perusahaan ganja terbesar secara global berdasarkan penjualan, dengan pendapatan tahunan yang diperkirakan mencapai $ 1 miliar, jika dikalikan dengan kurs saat ini maka nilainya sekitar Rp 14,6 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir CNN, Minggu (2/8/2020), selama pandemi, jumlah dan nilai akuisisi di semua industri telah jatuh. Menurut firma hukum White & Case, nilai total kesepakatan akuisisi yang diumumkan pada paruh pertama 2020 adalah US$ 901,7 miliar, turun 53% dari tahun sebelumnya. Volume turun 32% menjadi hanya di bawah 7.000 merger dan akuisisi.
Namun, pada tahun lalu, Curaleaf telah mengambil alih 15 perusahaan, sebagian besar lebih kecil, operator ganja mapan di negara-negara bagian seperti Colorado, Florida dan Arizona.
Kesepakatan besar dalam industri ganja relatif kecil, biasanya dalam kisaran US$ 200 juta hingga US$ 900 juta, tetapi beberapa perusahaan yang mengalami kendala untuk menyelesaikan kesepakatan karena harga saham anjlok dan akses ke modal mengering.
Sebagai contoh pada bulan Maret, akuisisi perusahaan Canano, Harvest Health & Recreation (HRVSF) senilai US$ 850 juta sesama pengecer dan penggarap ganja, digagalkan karena alasan-alasan itu.
Harvest juga mengatakan otoritas lokal dan negara yang bertanggung jawab untuk meninjau dan menyetujui transfer kepemilikan terhalang oleh pandemi, menunda proses akuisisi.
Baca juga: Bareng Mendag, Buwas Rilis Kopi Ganja |
Simak Video "Video: Momen Penangkapan Pebasket AS Jarred Shaw Terkait Ganja di Tangerang"
[Gambas:Video 20detik]