Pada 18 Maret 2020 lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menerbitkan kebijakan relaksasi impor bawang putih untuk meredam lonjakan harga yang sempat melejit hingga Rp 70.000/kg pada awal Februari.
Relaksasi itu ialah pembebasan persyaratan surat perizinan impor (SPI) yang berlaku sejak 19 Maret sampai 31 Mei 2020.
Selama bulan Mei 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bawang putih mencapai 72.651 ton dengan nilai US$ 76,38 juta, dan keseluruhannya berasal dari China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, ketika relaksasi izin impor bawang putih sudah tak berlaku, tepatnya di bulan Juni, impor bawang putih dari China justru meningkat hampir dua kali lipat.
Berdasarkan data BPS yang dilansir detikcom, Senin (3/8/2020), selama bulan Juni sebanyak 134.808 ton bawang putih dari China diimpor ke Indonesia dengan nilai US$ 128,60 juta. Angka tersebut meningkat 85,5% dibandingkan bulan Mei 2020 di mana relaksasi impor masih berlaku.
Bahkan, selama April 2020 saja angka impor bawang putih masih kalah dengan bulan Juni. Selama April 2020, tercatat ada sebanyak 58.387 ton bawang putih impor dengan nilai US$ 68 juta.
Artinya, volume impor bawang putih pada bulan Juni meningkat 130,8% dibandingkan bulan April 2020, dan volume impor bawang putih pada bulan Mei meningkat 24,4% dibandingkan bulan April 2020.
Lantas, bagaimana dampaknya terhadap harga bawang putih di Indonesia?
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga bawang putih memang berangsur turun sejak bulan April 2020. Pada bulan April, harga bawang putih rata-rata 34 provinsi ialah Rp 44,850/kg, lalu di bulan Mei turun menjadi Rp 36.050/kg, dan terakhir di bulan Juni menjadi Rp 28.850/kg.
(zlf/zlf)