Platform digital diperbolehkan mengenakan biaya jasa atau komisi kepada lembaga pelatihan dalam program Kartu Pra Kerja. Namun, besaran komisi itu dibatasi maksimal 15% dari biaya pelatihan.
Ketua Tim Pelaksana Komite Cipta Kerja Rudy Salahuddin menjelasan, batas atas itu diterapkan karena sebelumnya sempat dipertanyakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mengatakan, di aturan lama komisi untuk platform digital hanya tertulis komisi yang wajar.
Lebih lanjut, batas atas 15% itu tercantum dalam aturan yang baru yakni Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) 11 Tahun 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi di aturan sebelumnya memang kita hanya menegaskan bahwa hanya komisi yang wajar. Jadi kalimatnya seperti itu di aturan. Kewajaran ini yang kemarin sempat dipertanyakan oleh baik KPK maupun kementerian lembaga lain yang terkait pengawasan program. Akhirnya kita sepakati di dalam tim kecil untuk mengatur batas atas komisi ini," paparnya dalam teleconference, Jumat (7/8/2020).
Angka 15% dianggap sebagai angka yang lazim bagi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Kenapa 15% karena ini yang sudah lazim LKPP ini berdasarkan arahan LKPP bahwa kita menetapkan batas atas 15%," ungkapnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Pra Kerja, Denni Puspa Purbasari mengatakan, sejalan dengan akan dibukanya pendaftaran Kartu Pra Kerja gelombang 4, sejumlah mitra pembayaran dan platform digital baru berniat gabung.
Lebih rinci dia menyebut, ada 5 calon platfom digital baru, 4 calon mitra pembayaran dan 16 calon lembaga pelatihan.
"Digital platform yang sebelumnya, yang ada sejak awal sampai hari ini ada 8 jadi tadi tambahannya yang kita lakukan assessment 5," ujarnya.
"Mitra pembayaran selama ini baru ada 4, OVO, Gopay, LinkAja dan BNI ini akan bertambah 4 lagi kalau kemudian integrasi sitem berlangsung dengan mulus," imbuhnya.
(acd/dna)