Pengusaha Hiburan Malam Bicara soal Iklim Usaha hingga Pajak

Pengusaha Hiburan Malam Bicara soal Iklim Usaha hingga Pajak

Soraya Novika - detikFinance
Sabtu, 15 Agu 2020 22:03 WIB
Jakarta belum benar-benar sepi meski terang sudah berganti gelap, seperti yang terlihat di salah satu tempat hiburan malam di Kemang. Tempat diskotik itu selalu ramai oleh muda-mudi dan dentuman musik disk jokey dan sexy dancer. Hasan Alhabshy/detikcom
Ilustrasi/Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta -

Industri hiburan malam masih belum diizinkan beroperasi hingga saat ini. Para pelaku industri ini pun bicara soal iklim usaha hingga pajak yang harus dibayar kala belum beroperasi.

Salah satu pelaku industri hiburan malam mengatakan ada oknum yang melakukan tindakan tidak seharusnya.

"Kami punya pengalaman belum lama ini, ketika ada oknum dari instansi negara yang malah sengaja mencari-cari kesalahan kami dan ujung ujungnya minta duit koordinasi. Ini yang sangat kami sayangkan," kata CEO Broadway Group Vinnie Kinetica Rumbayan saat dihubungi detikcom, Sabtu (15/8/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, ia tak merinci oknum mana yang dimaksud. Selain oknum, ada hal lain yang memberatkan pelaku usaha kala belum beroperasi di tengah pandemi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani mengatakan ada tambahan beban operasional yang masih wajib dibayar oleh para pelaku usaha sektor ini.

ADVERTISEMENT

Hana merinci beberapa beban operasional yang harus dibayar para pelaku usaha di industri ini terdiri dari tagihan pajak reklame dan pajak badan usaha (PPh 25) ternyata masih ditagih.

"Pajak PPh 25 ini masih harus bayar, padahal tidak ada gerak usaha, masa masih disuruh bayar, pajak reklame juga harus bayar, ngaco kan, fungsinya reklame itu apa, iklan, lah tempat usahanya aja tutup, nggak ada yang ngelihat, tapi kita tetap harus bayar," keluhnya.

Masing-masing sektor industri ini bahkan masih dikenai pajak hiburan yang sangat tinggi. Sektor jasa pijat sampai dikenai pajak 35%, sedangkan karaoke, bar, dan live music dikenai pajak 25%.

"Per sektor masing-masing pajaknya berbeda-beda ya, dari 25-35%," tambahnya.




(ara/ara)

Hide Ads