Harga emas kembali turun untuk tiga hari berturut-turut pada akhir perdagangan Jumat (4/9). Sebelumnya, data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang lebih baik dari perkiraan mengangkat dolar lebih tinggi, sempat membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi COMEX New York Mercantile Exchange turun US$ 3,5 atau 0,18% menjadi ditutup pada US$ 1.934,30 per ounce. Sehari sebelumnya, Kamis (3/9), emas berjangka merosot US$ 6,9 atau 0,35% menjadi US$ 1.937,80 per ounce.
Emas berjangka anjlok US$ 34,2 atau 1,73% menjadi US$ 1.944,70 pada Rabu (2/9), setelah naik tipis US$ 0,3 atau 0,02% menjadi US$ 1.978,90 pada Selasa (1/9), dan menguat US$ 3,7 atau 0,19% menjadi US$ 1.978,60 pada Senin (31/8).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Korelasi emas dengan dolar telah meningkat, terutama selama beberapa minggu terakhir dan emas batangan sedang terbebani oleh kenaikan dolar menyusul laporan yang kuat, terutama tingkat pengangguran," kata Kepala Basis dan Logam Mulia, Tai Wong dikutip CNBC, Minggu (6/9/2020).
Indeks dolar naik 0,5%, menempatkannya di posisi terbaik sejak awal April dan membuat logam mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Data menunjukkan angka penggajian (payrolls) meningkat sebesar 1,371 juta pekerjaan pada Agustus, lebih baik dari yang diperkirakan. Sementara, tingkat pengangguran turun menjadi 8,4% dari 10,2% pada Juli, merupakan penurunan keempat berturut-turut.
"Namun, data ini tidak mengubah sikap Federal Reserve AS pada lebih banyak stimulus untuk dipompa ke dalam ekonomi dan mengambil toleransi terhadap tingkat inflasi yang lebih tinggi, menjaga emas tetap didukung dalam jangka panjang," kata Kepala Pedagang di US Global Investor, Michael Matousek.
Emas telah naik lebih dari 26% sejauh ini, dibantu oleh suku bunga mendekati nol secara global dan kebijakan moneter yang longgar, terutama dari The Fed. Ditambah permintaan safe-haven didorong oleh gambaran ekonomi yang suram karena pandemi virus Corona.
"Kisaran US$ 1.900 - US$ 2.000 yang bergolak ini harus diselesaikan pada akhirnya lebih tinggi terutama dengan The Fed sekarang secara resmi meningkatkan lapangan kerja atas inflasi dalam jangka menengah. Kebijakan akomodatif yang praktis permanen dan ketidakpastian pemilu yang intens akan sangat membatasi daya tarik USD," ucap Wong.
(toy/dna)