Vice President for Knowledge Management and Sustainable Development of the Asian Development Bank (ADB) Bambang Susantono memaparkan tren transportasi pada kondisi new normal di tengah pandemi Corona. Salah satunya adalah naiknya penggunaan kendaraan pribadi yang digunakan oleh masyarakat.
Terutama di negara dengan masyarakat yang memiliki pendapatan menengah ke atas yang mayoritas penduduknya bisa membeli kendaraan pribadi. Menurutnya dengan menggunakan transportasi pribadi, kemungkinan potensi penyebaran virus Corona bisa ditekan.
"Jadi kalau dia merasa memiliki private transport semua bisa lebih dikontrol, kemungkinan resiko terpapar bisa diminimalisir. Upper middle countries ini begitu, penggunaan transportasi pribadinya meningkat," kata Bambang dalam webinar bersama Balitbang Kemenhub, Jumat (18/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejalan dengan itu, banyak orang yang mulai mencari kendaraan pribadi dan juga ramah lingkungan. Maka dari itu tren bersepeda juga melanda beberapa negara.
"Yang menarik juga timbul fenomena menggunakan kendaraan non motorized. Kendaraan tidak bermotor, di Pakistan, Manila mulai naik sepeda, kalau nggak salah di Indonesia juga," ungkap Bambang.
Bahkan di Beijing menurutnya permintaan sepeda sempat membludak hingga membuat suplai sepeda yang ada di pasar tak cukup memenuhi permintaan masyarakat.
"Di Beijing sampai over demand artinya suplai nggak kuat untuk berikan sepeda di masyarakat, ini satu tren baik apakah bisa struggle atau tidak? Kita kembali ke masalah safety dan infrastruktur yang dibangun," kata Bambang.
Bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas masih bisa membeli kendaraan pribadi, namun di negara dengan mayoritas masyarakatnya berpenghasilan rendah justru penumpang angkutan umumnya perlahan naik.
Pasalnya, tarif angkutan umum terjangkau, dan mereka pun belum tentu mampu membeli kendaraan pribadi
"Di negara maju mereka punya opsi untuk kendaraan pribadi, mobil sendiri, atau bersepeda dan sebagainya. Kalau negara berkembang, terutama yang mayoritas masyarakatnya berpenghasilan rendah mereka terjebak," kata Bambang.
"Mau tidak mau, suka tidak suka, untuk hidup harus melakukan perjalanan, dan yang terjangkau adalah public transport," tutur Bambang.
(hns/hns)