Pengusaha restoran dalam kondisi terjepit di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid II seperti sekarang ini. Apalagi, untuk restoran yang berada di pusat perbelanjaan atau mal.
Hal ini seperti dialami Holycow! Steakhouse by Chef Afit. Sang pemiliki Afit Dwi Putranto menjelaskan, saat PSBB pemerintah melarang konsumen untuk makan langsung di tempat (dine-in). Padahal, dine-in rata-rata berkontribusi pada pemasukan bisnis restoran sekitar 90-95%.
"Kita mengalami pukulan yang lumayan berat sih kalau dine-in dilarang, karena dine-in memang pemasukan 90-95% dari kebanyakan restoran. Dengan dilarangnya dine-in itu tentunya sangat memukul kami," katanya kepada detikcom, Minggu (20/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, lanjutnya, kunjungan mal belum normal setelah PSBB pertama dilonggarkan atau PSBB transisi. Lantaran, orang masih takut berpergian ke mal.
Peneperan PSBB jilid II ini pun kembali membuat bisnisnya terpukul. Ia mengaku, sempat tidak mendapat pelanggan satu pun beberapa hari sejak PSBB jilid II berlaku.
"Saya contohnya hari pertama PSBB diberlakukan penjualan kami dari pagi sampai malam itu cuma 1 porsi, hari kedua 3 porsi, hari ketiga nol, nggak ada penjualan sama sekali," jelasnya.
Kondisinya pun semakin berat. Apalagi, ia harus membayar sewa yang nominalnya besar.
"Sebagai ilustrasi sewa di mal mahal sekali. Saya sewa di salah satu mal Mega Kuningan dengan luasan 150 m2 yang harus kami keluarkan sewa dan utility dan lain-lain per bulan sudah Rp 80 juta, itu baru 150 m sedangkan banyak sekali restoran yang luasnya di atas 200 m2," keluhnya.
Ia juga menyayangkan waktu penerapan PSBB jilid II yang terkesan mendadak. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri mengumumkan hanya beberapa hari sebelum benar-benar diterapkan.
"Kita kan sudah membeli bahan baku, melakukan scheduling untuk karyawan, masuk, karyawan libur dan menyiapkan semuanya, kebayang kan kita harus tutup semua bahan baku," terangnya.
(acd/zlf)