Selama tiga setengah bulan dalam puncak pertama pandemi Corona, pemerintah Inggris memerintahkan agar pub, bar, dan restoran di negara itu ditutup. Belum jelas kapan mereka bisa beroperasi kembali secara normal dan sampai sejauh mana mereka bisa bertahan.
Pete Holt, pemilik pub Southampton Arms, mengatakan bantuan pemerintah kepada para pekerjanya saat mereka dirumahkan adalah berkah baginya. Tapi dia juga masih harus dihadapi kewajiban untuk pembayaran sewa tempat yang terus bergulir meski dalam kondisi lockdown.
"Itu menyelamatkan kita dari kehancuran total," kata Holt dilansir dari CNN, Senin (28/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi sekarang ada kebijakan baru, meskipun sepertinya hal itu tidak terlalu mendukung pemulihan bagi pengusaha pub. Mulai Kamis, pembatasan baru yang bertujuan untuk mengendalikan gelombang kedua kasus virus Corona di Inggris akan berlaku. Aturan baru menerapkan jam malam, pub di Inggris harus tutup pukul 22:00.
Kebijuakan baru itu mungkin tidak terdengar seperti perubahan besar. Tetapi untuk pub yang tengah kesulitan, itu mungkin bisa menjadi secercah harapan untuk bertahan hidup.
Namun menurut asosiasi pub di Inggris penerapan jam malam bagi pub itu justru meningkatkan risiko. Sebab pengunjung akan menumpuk dalam satu waktu.
Pub sendiri sangat melekat bagi orang Inggris. Pub menjadi salah satu tempat paling disukai untuk hanya sekadar minum maupun bersosialisasi. Bahkan untuk beberapa pub dianggap memiliki kekuatan mistis karena memberikan keterikatan batin dari sisi nilai historisnya.
"Pub adalah hal terpenting dalam masyarakat Inggris. Ini lebih dari sekadar tempat di mana Anda bisa pergi dan minum," kata Pete Brown, penulis The Pub: A Cultural Institution.
Itu berarti bahwa ketika pemerintah Inggris memerintahkan semua pub ditutup pada bulan Maret banyak orang Inggris yang bingung. Sebab, pub bahkan tetap buka selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II untuk meningkatkan moral.
"Saya menerima bahwa apa yang kami lakukan luar biasa," kata Perdana Menteri Boris Johnson pada konferensi pers. "Kami mencabut hak kuno yang tidak dapat dicabut dari orang-orang yang lahir bebas di Inggris untuk pergi ke pub, dan saya dapat memahami perasaan orang tentang itu," tambahnya.
Bahkan sebelum pandemi melanda, industri tersebut tengah tertekan. Pada periode 2008 dan 2018, lebih dari 11.000 pub tutup. Jumlah pub di Inggris berkurang sekitar seperempatnya.
Sekitar 90% dari pub yang tersisa di negara itu telah dibuka kembali sejak pemerintah memberi lampu hijau pada 4 Juli. Tapi tetap ada bekas luka yang dalam.
Holt of the Southampton Arms mengatakan dia sangat khawatir tentang kebijakan pembatasan baru. Kebijakan itu menurutnya akan mendorong pengusaha pub untuk menambah jumlah shift orang yang bekerja, menaikkan biaya tenaga kerja. Sementara di satu sisi mereka harus tutup lebih awal.
Darren Wilton, pemilik Old Neptune di Whitstable, mengatakan musim panas mungkin akan sangat sibuk bagi dia. Sebab pub yang berada di pantai, memiliki banyak area di luar ruangan, dan telah dibantu oleh cuaca yang baik selama berbulan-bulan.Tapi dia khawatir tentang musim gugur dan musim dingin.
"Ini akan sangat menghancurkan bagi kami dan banyak bisnis lainnya. Kami punya sedikit ruang di dalam, sekarang kami punya lebih sedikit ruang lagi. Orang tidak bisa masuk dan duduk di bar," ucapnya.
Selain tutup pukul 22.00, pub di Inggris juga diharusnya menerapkan pendataan pelanggan di pintu masuknya. Pelanggan dan pekerja juga sekarang diharuskan untuk memakai masker kecuali mereka sedang makan atau minum.
(das/zlf)