Bank Indonesia (BI) mengungkapkan neraca keuangan nasional akan mengalami defisit pada tahun 2021. Angkanya diperkirakan mencapai Rp 21,8 triliun. Tingginya angka defisit ini dampak dari COVID-19.
"Memang dari prognosa-prognosa Agustus tadi tahun depan kemungkinan BI akan alami defisit Rp 21 triliun dari surplus tahun ini memang relatif besar seperti itu," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam raker dengan Komisi XI DPR secara virtual, Jakarta, Senin (28/9/2020).
Perry mengatakan, salah satu penyebab defisit neraca keuangan di 2021 adalah kebijakan burden sharing atau berbagi beban antara BI dengan pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Burden sharing dilaksanakan dengan cara pembelian Surat Berharga (SBN) oleh BI dengan pembagian beban bunga. Dalam kesepakatan, BI akan menjadi pembeli utama SBN atau juga bisa menjadi standby buyer/last resort, tergantung skema mana yang dijalankan. Kesepakatan atas burden sharing ini juga telah dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) II yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.
Langkah burden sharing yang diambil pemerintah dan BI hanya berlaku untuk pembiayaan APBN tahun 2020 akibat dari kondisi yang sangat extraordinary.
Sebagai salah satu upaya dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, tentunya kita semua berharap langkah burden sharing yang diambil oleh pemerintah dan BI dapat segera memulihkan kondisi sosial, ekonomi, serta keuangan negara kita yang terpuruk akibat pandemi COVID-19 yang melanda sampai saat ini.
"Itu perlu dipertimbangkan juga bagaimana mekanisme burden sharing dilakukan dan sudah disampaikan 6 Juli waktu itu tahun depan defisit Rp 24 triliun dengan terakhir kemarin tahun depan kurang lebih Rp 21,8 triliun," ujarnya.
Tidak hanya itu, dikatakan Perry tren penurunan suku bunga juga menjadi salah satu penyebab lantaran membuat penerimaan yang berasal dari devisa mengalami penurunan.
"Kami sudah mengenjot cari alternative lain agar penerimaan hasil penanaman devisa lebih tinggi. Kami melakukan efisiensi melalui operasi moneter bagaimana kalau dulu sebagian pakai SBI sekarang hampir semua pakai SBN," ungkapnya.
(hek/ang)