Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengungkapkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) berpotensi meningkat ke level 41,09% di tahun 2021.
Kepala BKF Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan potensi tersebut merupakan risiko atas kebijakan pemerintah yang melebarkan defisit fiskal atau APBN selama pandemi Corona.
Potensi rasio utang di tahun 2021, dikatakan Febrio juga lebih tinggi dari yang ditetapkan pada tahun ini yaitu 37,6% terhadap PDB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan defisit melebar di 2021, walaupun sudah konsolidasi dibandingkan 2020, primary balance tetap dalam. Tidak heran rasio utang naik dari 37,6 ke 41,9 prediksinya," kata Febrio dalam acara Dialogue KiTa secara virtual, Jakarta, Jumat (2/10/2020).
Pemerintah telah menetapkan defisit APBN di tahun 2021 sebesar 5,7% terhadap PDB. Meski menurun dari yang ditetapkan tahun ini yaitu 6,34%, Febrio mengatakan kenaikan rasio utang merupakan risiko dari kebijakan tersebut.
Defisit terjadi dikarenakan pendapatan negara lebih kecil dibandingkan anggaran belanja. Guna menekan dampak tersebut, Febrio mengatakan pemerintah akan meningkatkan kinerja investasi, salah satu upayanya melalui penyelesaian RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
"Ini risikonya, sehingga walau kita tidak punya pilihan banyak, kita coba lakukan pilihan lain. Dengan equity misalnya, kita coba di 2021 dengan konteks investasi lebih banyak," ungkapnya.
Berdasarkan data APBN KiTa, jumlah utang pemerintah sudah mencapai Rp 5.594,93 triliun per Agustus 2020. Dengan jumlah tersebut, maka rasio utang pemerintah tercatat sebesar 34,53% terhadap PDB.
Total utang pemerintah yang mencapai Rp 5.594,93 triliun ini terdiri dari pinjaman sebesar Rp 849,45 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 4.745,48 triliun.
(hek/eds)