Jakarta -
Pemerintah terus mengebut pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Pemerintah optimistis, RUU Cipta Kerja nantinya akan mampu meningkatkan iklim investasi di Indonesia.
Jika RUU Cipta Kerja rampung, pemerintah meyakini, banyak perusahaan akan mengalihkan investasinya ke Indonesia. Bahkan pemerintah percaya diri, investasi di Indonesia nantinya bisa mengalahkan Vietnam maupun Myanmar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato menyebutkan, hingga saat ini ada 143 perusahaan yang berencana melakukan relokasi investasi ke Indonesia. Perusahaan tersebut berasal dari Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menangkap peluang relokasi tersebut, diperlukan peningkatan iklim investasi dan daya saing Indonesia. Salah satu strategi pemerintah adalah dengan segera merampungkan dan mengesahkan RUU Cipta Kerja.
Airlangga menyampaikan, pembahasan RUU Cipta Kerja sudah dalam tahap finalisasi dan mencapai 90%.
"Melalui RUU Cipta Kerja, diharapkan ada peningkatan penciptaan lapangan kerja, peningkatan kompetensi, kesejahteraan pekerja, peningkatan produktivitas kerja, dan peningkatan investasi," ujar Airlangga dalam HSBC Economic Forum pada pertengahan September lalu.
Menteri BUMN Erich Thohir sebelumnya mengatakan, RUU Cipta Kerja menawarkan banyak kemudahan bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Salah satu kemudahan yang diberikan dalam bentuk percepatan perizinan dan penggunaan tanah.
"Kalau ini memang diloloskan, kita akan melihat bagaimana persaingan investasi kita tidak kalah dari Vietnam dan Myanmar," ujar Erick dalam webinar Transportasi Sehat Indonesia Maju beberapa waktu silam.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Namun, tidak mudah bagi Indonesia untuk mengalahkan Vietnam dalam menarik investasi asing. Selain RUU Cipta Kerja, hal lain yang dianggap penting untuk menggiring investasi masuk secara besar-besaran adalah dengan memberikan stimulus pajak atau cukai dan memperluas cakupan industri yang bisa mendapatkan.
Sebelumnya, Partner of Tax Research and Training Services DDTC Bawono Kristiaji, menyampaikan salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing adalah melalui instrumen pajak misalnya, seperti yang saat ini sudah dilakukan dengan pungutan pajak yang lebih rendah untuk mobil listrik karena memiliki eksternalitas negatif yang juga rendah.
Selain menggiring investasi, Bawono berharap, pemerintah menciptakan rezim fiskal yang membantu terciptanya berbagai inovasi. Semua instrumen fiskal bisa dimanfaatkan, termasuk PPnBM dan cukai.
Demi mendorong lebih banyak investasi dan inovasi, Bawono mengatakan, struktur biaya (cost structure) perusahaan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam merumuskan insentif khusus bagi perusahaan yang berinvestasi dalam research and development (R&D) dan pengembangan produk berdasarkan teknologi di dalam negeri.
"Hal ini dapat menjadi pertimbangan akses konsumen pada produk yang terjangkau dan keberlangsungan perusahaan jangka panjang," ujar Bawono.
Ia mengungkapkan otoritas pajak secara global berlomba-lomba memberikan insentif pajak. Menurutnya di tengah kompetisi tersebut, insentif pajak perlu diberikan dengan lebih tepat sasaran. Menurut Bawono, setiap korporasi membutuhkan insentif yang berbeda dalam setiap fase pemulihan ekonomi.
"Pemberian insentif tidak bisa bersifat permanen dan disamakan dalam waktu lima tahun mendatang," tutup Bawono.