Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja kian dikebut. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini tengah melakukan rapat paripurna penutupan masa sidang yang mana salah satu agendanya mengenai pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut.
Pengesahan RUU Cipta Kerja sendiri terkesan diburu-buru lantaran pengerjaannya dilakukan dengan cukup intensif dalam beberapa waktu terakhir. Selain melakukan rapat di akhir pekan beberapa kali, yang terbaru, pengesahannya kini dikebut dari yang seharusnya dijadwalkan tanggal 8 Oktober maju menjadi hari ini.
Memangnya seberapa besar urgensi RUU ini untuk disahkan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom dari CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, kehadiran RUU Cipta Kerja di masa pandemi seharusnya bukanlah prioritas. Menurutnya, ada hal lain yang lebih layak untuk jadi fokus pemerintah dan DPR RI di masa pandemi seperti ini, yakni penanganan dampak pandemi COVID-19 itu sendiri.
"Sebetulnya menurut saya tidak urgen ya, karena kita sekarang kalau melihat dari sisi urgensi yang sekarang jelas kita mesti fokus, pemerintah mesti fokus justru pada penanggulangan dari sisi wabah pandemi COVID-19," ujar Faisal kepada detikcom, Senin (5/10/2020).
Faisal sendiri menyayangkan sikap pemerintah dan DPR RI yang sempat-sempatnya membahas RUU ini di masa pandemi. Hal ini dinilai berisiko memecah fokus penanganan COVID-19.
Bahkan, menurutnya manfaat yang hendak didapat dari pengesahan RUU ini tidak bakal terpenuhi secara maksimal. Salah satunya terkait manfaat penarikan investasi, mengingat di masa pandemi seperti sekarang investasi memang tengah lesu di negara manapun bukan hanya di Indonesia.
"Nah kalau sekarang justru malah membahas RUU Cipta Kerja, apalagi sampai diburu-buru pengesahannya, justru saya khawatir dari sisi pemulihan ekonomi akibat pandemi jadi tidak maksimal, melambat. Di sisi lain, dampak atau manfaat yang kita harapkan dari RUU Cipta Kerja malah tidak akan tercapai. Karena dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, kita bisa melihat investasi apapun itu tidak akan bisa meningkat secara signifikan ketika pandeminya masih ada," tuturnya.
Setali tiga uang, pendapat serupa juga diutarakan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio.
"Itu saya lihat isinya saja udah tidak bisa mikir, gila terserahlah Indonesia mau diapain. Karena itu menurut saya banyak mudaratnya," kata Agus.
Menurutnya kalau memang tujuan pemerintah mengesahkan RUU Omnibus Law ini adalah untuk menuntaskan masalah izin dan persoalan lahan, ada baiknya fokus saja pada kedua hal tersebut. Sedangkan untuk masalah di ketenagakerjaan bisa dibenahi dengan merevisi UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Pandangan saya penghambat kita itu kan karena izin sama persoalan lahan. Kan dua itu yang jadi persoalan sebetulnya kenapa nggak dua itu saja yang diselesaikan. Yang soal buruh soal apa itu revisi aja UU No.13 nya ngapainnya bikin omnibus law," imbuhnya.
Pemerintah sendiri mengklaim RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan payung hukum ini akan menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat investasi melalui penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, kemudahan bagi pelaku usaha, hingga ekosistem investasi yang kondusif. Selain itu lapangan kerja diyakini bakal lebih banyak tercipta untuk menjawab kebutuhan angkatan kerja yang terus bertambah.
Baca juga: 7 Alasan Buruh Tolak Omnibus Law Cipta Kerja |