Pengesahan Omnibus Law Dipercepat, Buruh: Kami Merasa Ditipu

Pengesahan Omnibus Law Dipercepat, Buruh: Kami Merasa Ditipu

Herdi Alif Alhikam - detikFinance
Rabu, 07 Okt 2020 13:15 WIB
Ratusan buruh di Cikarang, Jawa Barat, turun ke jalan menolak pengesahan Omnibus Law. Mereka melakukan aksi konvoi dorong motor.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Serikat buruh mengaku merasa ditipu oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) usai UU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan. Bahkan, menurut Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban buruh merasa ditipu untuk dua hal.

Yang pertama dia merasa ditipu soal tanggal pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang seharusnya dilakukan pada 8 Oktober, namun dimajukan ke 5 Oktober.

"Kita merasa ditipu, tadinya disebut (pengesahan) tanggal 8 sekarang jadi tanggal 5, itu di luar dugaan kita semua. Kita ketahui dari teman-teman, dari media, akan ada pengesahan tanggal 8 awalnya," kata Elly kepada tim Blak-blakan detikcom.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Elly juga mengaku sempat memastikan tanggal pengesahan kepada beberapa pimpinan DPR dan perwakilan pemerintah. Menurutnya, mereka mengaku pengesahan tidak akan dilakukan secepat itu.

Namun yang mengagetkan, tahu-tahu pengesahan dilakukan secepat kilat pada 5 Oktober atau tepatnya Senin kemarin dalam Rapat Paripurna DPR.

ADVERTISEMENT

"Saya ketemu pimpinan DPR, perwakilan pemerintah, kita telusuri apa benar tanggal 8? Memang jawabannya tidak ada, bahkan mereka mengatakan tidak secepat itu, tidak buru-buru banget. Ternyata dimajukan, itu benar-benar membuat kita shock," ungkap Elly.

"Oke mereka sudah membohongi isi materinya, tapi kenapa tanggal pengesahan juga harus membohongi kami," pungkasnya.

Elly juga mengaku pihak buruh dibohongi pada material UU Cipta Kerja. Pasalnya, KSBSI menjadi salah satu perwakilan buruh yang ikut dalam pembahasan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dia kecewa banyak hal yang ia suarakan saat pembahasan, justru tidak diakomodir dalam UU Cipta Kerja yang sudah disahkan.

"Kami ikut pemerintah membahas kemarin, dengan tim Apindo, Kadin juga di forum Tripartit. Kami membahas berdebat juga 10 hari. Lalu kami melihat berapa persen yang kita perjuangkan ditampung pemerintah, pada akhirnya kami lihat bocorannya. Nah ada sedikit kebohongan, dan kecewa sekali kami lihat keputusannya ternyata pasalnya tidak utuh gitu," ungkap Elly.

Bahkan dalam pembahasan soal upah, dia mengatakan buruh ingin agar upah minimum diatur sesuai UU yang lama. Nyatanya hal itu berubah, padahal menurutnya saat forum Tripartit yang dia hadiri sudah ada persetujuan keinginan buruh tersebut akan diakomodir.

"Misalnya upah minimum, kita perjuangkan dan kembalikan. Waktu itu sudah ada persetujuan, memang tidak ada tanda tangan, cuma saat itu sudah ada gentleman agreement di sana. Ternyata saat UU keluar upah sektoral dihapus," ungkap Elly.

Dia mengatakan sebetulnya sangat tidak mungkin upah sektoral dihapus. Menurutnya, banyak pekerjaan yang tidak bisa disamakan upahnya. Dia mencontohkan pekerja sektor pertambangan tak mungkin upahnya sama dengan tukang las ataupun tukang jahit.

"Bagaimana mungkin itu kan tukang las, sepatu, atau tukang jahit, upahnya dibikin sama dengan pekerja di sektor pertambangan. Itu tidak masuk akal dan mengecewakan kami," ujar Elly.

Dalam RUU Cipta Kerja sendiri upah minimum sektoral dihapus. Pengaturan upah minimum hanya mengikuti upah minimum kabupaten atau kota untuk semua jenis pekerjaan.



Simak Video "Video AHY Dukung Program Zero ODOL, Singgung Laka Lantas-Jalan Rusak"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads