Jakarta -
Salah satu yang panas diperbincangkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja adalah soal pesangon yang dikurangi jumlahnya. Pemerintah dan DPR menilai pesangon yang maksimal bisa menyentuh 32 kali gaji tak mampu dibayar pengusaha.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan alasan pesangon pekerja di Indonesia jumlahnya besar. Menurutnya hal tersebut terjadi karena rendahnya iuran jaminan hari tua dan pensiun untuk para pekerja.
Dia membandingkan jaminan hari tua dan pensiun pekerja di Indonesia dan Malaysia. Menurutnya, di Malaysia jaminan hari tua dan pensiun bisa mencapai 23% dari gaji tiap bulan, sementara di Indonesia cuma 8,7% saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau memang pesangon besar mari lihat jaminan sosialnya, pembanding paling utama itu jaminan hari tua dan pensiun. Berapa jaminan hari tua dan pensiunnya dibayar di Malaysia? 23% bayar iurannya. Berapa kita bayar JHT (jaminan hari tua) dan pensiun? 5,7% JHT tambah 3% pensiun, total 8,7%," jelas Iqbal dalam program d'Rooftalks detikcom, Rabu malam (7/10/2020).
Menurut Iqbal, pesangon selama ini dibuat sebagai penyangga para pekerja dan buruh untuk mendapatkan jaminan apabila tidak lagi memiliki pekerjaan alias unemployment insurance.
"Pesangon diciptakan pemerintah di masa sebelumnya sebagai buffer penyangga karena nggak ada dari dulu unemployment insurance. Kenapa pesangon tinggi? Karena kita JHT dan jaminan pensiun rendah pak," kata Iqbal.
Iqbal pun bicara soal jumlah pesangon yang sebetulnya berlaku dalam UU 13 tahun 2003 yang selama ini digunakan. Menurutnya, tidak benar apabila pesangon dipatok 32 kali gaji. Pesangon sebesar itu merupakan angka maksimal, diberikan apabila ada perundingan tertentu antara pekerja dan pemberi kerja.
"32 bulan upah pun itu kan dua kalinya UU. Itu 32 kali kalau ada perundingan. Bisa dua kalinya, tiga kalinya," kata Iqbal.
Lanjut ke halaman berikutnya
Dalam UU yang berlaku, pesangon maksimal apabila dihitung cuma mencapai 16 kali gaji. Dengan rincian, jumlah pesangon pokok dipatok maksimal 9 kali gaji untuk masa kerja 8 tahun ke atas.
Kemudian, ditambah penghargaan masa kerja yang maksimal 4 kali gaji. Kemudian, jumlah keduanya ditambah lagi dengan nilai penggantian hak 15%, bila ditotal maksimal 16 kali gaji.
Jumlahnya bisa menjadi dua atau tiga kali apabila ada perundingan khusus dengan perusahaan. Makanya bisa mencapai 32 kali gaji.
"Dalam UU itu, pesangon sebenarnya hanya 16 kali maksimalnya. Hitungannya begini, kerja 8 tahun ke atas dapat pesangon 9 bulan upah. Kemudian ditambah penghargaan masa kerja 4 bulan upah, berarti jadi 13 bulan. Ditambah lagi penggantian hak 15%, jadi dari 13 gaji didapatkan sekitar 3 kali gaji lah," papar Iqbal.
"Jadi totalnya itu 16 kali gaji. Bukan 32 kali gaji, 32 ini argumentasi yang dibangun pemerintah aja, seolah-olah pesangon tinggi sekali," tegasnya.
Kemudian dia membandingkan pesangon antara Indonesia dan Malaysia. Di negeri jiran pesangon maksimal dipatok 5-6 bulan gaji, bila dibandingkan dengan Indonesia yang 16 kali gaji bisa 2 hingga 3 kali lipatnya.
Kembali lagi ke penjelasan awal, menurutnya Malaysia berani hanya memberikan pesangon lebih rendah karena jaminan unemployment insurance-nya sudah besar.
"Bandingkan Malaysia, dia cuma 5-6 bulan gaji pesangonnya betul, akan didapatkan pesangon Indonesia 2-3 kali lipat pekerja Malaysia. Itu semua karena jaminan pensiun dan hari tua mereka besar," jelas Iqbal.
Lanjut ke halaman berikutnya
Iqbal pun menolak pembentukan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Menurutnya, hal tersebut justru salah sasaran.
"Yang masalah ini di JHT dan jaminan pensiun kita yang terlalu rendah, makanya ada pesangon," ungkap Iqbal.
Sementara itu, anggota DPR Panja Cipta Kerja Lamhot Sinaga mengatakan bahwa JKP dibentuk sebagai jawaban atas persoalan yang diungkapkan Iqbal soal kurangnya jaminan bagi buruh yang tidak bekerja.
"Selama ini kan ketika orang di PHK dapat pesangon dia dapat uang tok. Nah kita ubah di Ombibus Law jadi dia bisa dapat penuhi kebutuhan dengan cash benefit, upgrade skill, dan informasi kerja," ujar Lamhot.