Amerika Serikat (AS) hingga saat ini masih berjuang untuk keluar dari zona resesi yang diakibatkan oleh pandemi Corona. Di tengah hal itu dan kondisi pemulihan ekonomi yang melambat, banyak yang tidak memperhatikan jika utang negeri Paman Sam ini membengkak.
Bahkan para pengamat defisit fiskal mendesak pihak parlemen dan Gedung Putih untuk tidak menyetujui stimulus yang dibutuhkan hingga mencapai triliunan.
"Anggaran Federal AS berada pada jalur yang tidak berkelanjutan, telah berlangsung beberapa waktu," kata Ketua Federal Reserve (FED) Jerome Powell seperti yang dikutip CNN, Jakarta, Jumat (9/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini bukan waktunya untuk memprioritaskan masalah itu," tambahnya.
Jika Amerika Serikat mampu keluar dari krisis kesehatan dan ekonomi, maka penduduk AS akan dibiarkan dalam keadaan mabuk utang.
Pada hari Kamis waktu setempat, Kantor Anggaran Kongres memperkirakan defisit fiskal berada di level 15,2% atau setara US$ 3,13 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB)di tahun 2020. Hal ini dikarenakan anggaran belanja negara lebih besar dibandingkan pendapatannya.
Perkiraan defisit yang berada di level 15,2% terhadap PDB ini lebih besar 3 kali lipat dari defisit fiskal di tahun 2019. Bahkan angka tersebut tertinggi setelah perang dunia II.
Pemerintah AS telah menghabiskan lebih dari US$ 4 triliun untuk anggaran stimulus yang membantu mengurangi beban pelaku usaha dan pekerja yang terdampak pandemi Corona. Anggaran ini dianggap perlu dilanjutkan hingga pemerintah berhasil mengendalikan COVID-19.
Departemen Keuangan AS sendiri tidak mengeluarkan angka akhir tahun fiskal 2020. Namun diperkirakan jumlah defisit yang muncul selama bertahun-tahun akan melampaui atau lebih besar dari ukuran ekonomi, mencapai 102% terhadap PDB. Namun demikian, angka tersebut belum setinggi tahun 1946 yang mencapai 106,1% dari PDB.
"Utang adalah ukuran ekonomi saat ini, dan segera akan lebih besar dari waktu manapun dalam sejarah," kata presiden CRFB Maya MacGuineas.
(hek/eds)