Dalam kampanye Calon Presiden (Capres) Amerika Serikat (AS), Joe Biden membeberkan rencana pajaknya. Menurut analisis terbaru dari S&P Market Intelligence, rencana itu dapat menyebabkan peningkatan pajak perusahaan sebesar US$ 7 miliar atau sekitar Rp 103 triliun (kurs Rp 14.725) setiap tahunnya untuk 10 bank terbesar di AS.
Meski begitu, bank-bank yang berperan sebagai eksekutif jasa keuangan di AS itu mendukung Joe Biden, meski rencana pajaknya bisa memberikan sedikit dampak negatif pada sektor industri.
Sementara itu, Trump dan Kongres AS selalu mengandalkan kebijakan deregulasinya, Federal Reserve (The Fed) pun masih memberlakukan suku bunga rendah. Dilansir dari CNN, Senin (12/10/2020), kebijakan itu telah memicu reli pasar saham dalam beberapa tahun terakhir, sampai virus Corona (COVID-19) menyerang. Namun, kebijakan itu tetap memberikan keuntungan bagi perbankan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah kehebohan rencana Biden itu, bank-bank kelas kakap AS akan menyampaikan laporan keuangan mereka selama kuartal III-2020 pekan depan. Saat itu, para pejabat dari JPMorgan Chase (JPM), Citigroup (C), Bank of America (BAC), Wells Fargo (WFC), Goldman Sachs (GS) dan Morgan Stanley (MS) pasti akan ditanyai tentang pilihannya antara 2 kandidat Capres AS.
Baca juga: Trump Klaim Dirinya Sudah Kebal COVID-19 |
Selain bank-bank di atas, perusahaan keuangan top lainnya, termasuk pemilik iShares BlackRock (BLK), US Bancorp (USB), BNY Mellon (BK) dan State Street (STT), juga siap untuk menyampaikan laporan keuangan kuartal III-2020 pekan depan.
Lebih lanjut, rencana kenaikan pajak dari Biden memang akan menggerus sedikit keuntungan perbankan. Namun, bukan sepenuhnya bencana. Analis S&P mencatat bahwa tarif pajak perusahaan yang lebih tinggi sebenarnya dapat meningkatkan valuasi bank. Pasalnya, banyak bank besar memiliki pajak tangguhan atas asetnya yang mewakili tabungan masa depan, dan juga dapat membantu mengimbangi tarif yang lebih tinggi. Nilai aset ini sebenarnya akan meningkat jika tarif pajak naik.
Selain itu, para ahli mengatakan Biden tak mungkin mendorong tarif pajak perusahaan yang lebih tinggi secara signifikan.
Kemenangan Biden juga dapat menyebabkan tarif pajak penghasilan pribadi sedikit naik untuk kelas menengah ke atas, dan orang kaya. Tetapi dampaknya harus dilihat dari analisis ekonomi yang lebih luas dengan lebih banyak stimulus yang datang dari Biden atau Trump.
"Bank-bank terkuat akan mampu menghadapi setiap perubahan kebijakan pajak maupun regulasi lainnya. Dan setiap kebijakan baru yang memperkuat kelas menengah harus memberikan kepercayaan lebih kepada konsumen untuk mengambil lebih banyak pinjaman," kata Manajer Portofolio Elliott Savage dari YCG Enhanced Fund, yang memiliki saham DI JPMorgan Chase, BofA, Wells Fargo, dan Charles Schwab (SCHW).
Seberapa tinggi pajak pada tahun 2021 dan seterusnya hanyalah salah satu bagian dari teka-teki keuntungan. Namun, perbankan menilai suku bunga rendah dan prospek ekonomi yang lebih luas adalah masalah yang lebih besar.
"Manajer investasi harus bekerja lebih baik daripada bank komersial. Keuangan yang lebih bergantung pada menghasilkan pendapatan bunga dari pinjaman akan merasa lebih menantang," kata Kepala Strategi Pasar Scott Knapp CUNA Mutual Group.
Oleh sebab itu, banyak bank kini fokus mengembangkan bisnis konsultasi keuangan, dan juga lini bisnis lainnya. Contohnya saja Morgan Stanley yang pada Kamis (8/10) lalu mengumumkan akan membeli perusahaan Manajer Investasi Eaton Vance (EV) seharga US$ 7 miliar. Padahal, selang beberapa hari sebelumnya, bank kelas dunia itu mengumumkan pembelian manajer investasi E*Trade.
Savage menambahkan bahwa bank-bank terkemuka juga cenderung menarik lebih banyak simpanan dari konsumen di lingkungan ini. Perusahaan keuangan terkemuka masih dianggap sebagai tempat yang aman untuk memarkir uang tunai.
"Ketika kondisi dunia masih menakutkan (sentimen negatif), Anda memilih untuk menyimpan uang di lembaga terbesar. Yang kuat semakin kuat," kata Savage.
(zlf/zlf)