Disaksikan Bos IMF-Bank Sentral Eropa, Sri Mulyani Cerita Kondisi APBN

Disaksikan Bos IMF-Bank Sentral Eropa, Sri Mulyani Cerita Kondisi APBN

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 17 Okt 2020 20:37 WIB
Sri Mulyani
Foto: Biografis Sri Mulyani (Tim Infografis: Luthfy Syahban)
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan kondisi defisit APBN tahun anggaran 2020 demi mengatasi pandemi Corona yang terjadi di tanah air sejak Maret 2020. Kebijakan pelebaran defisit APBN masuk bagian dalam kebijakan fiskal secara hati-hati di dalam situasi yang genting.

Penjelasan mengenai kebijakan fiskal ini diungkapkannya dalam acara Debate on the Global Economy di CNBC, disampaikan Sri Mulyani via akun Instagramnya @smindrawati, Sabtu (17/10/2020). Hadir pula dalam acara itu Managing Director IMF Kristalina Georgieva, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde, dan utusan khusus program ACT-Accelerator WHO, Ngozi Okonjo-Iweala.

"Dalam situasi genting, kebijakan makro fiskal harus tetap didesain secara hati-hati," ujar Sri Mulyani dikutip dari akun Instagram @smindrawati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sri Mulyani mengatakan kondisi setiap negara berbeda-beda saat menangani COVID-19. Begitu juga dengan kemampuan fiskal negara dalam meminimalisir dampak virus yang belum ada vaksinnya hingga saat ini belum ada.

Bagi negara yang kemampuan dan ruang fiskalnya terbatas, maka pelebaran defisit dan sumber pembiayaan menjadi isu penting saat negara harus hadir untuk menangani pandemi, baik untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat dalam bentuk kesehatan dan perlindungan masyarakat, maupun dalam mendukung dunia usaha.

ADVERTISEMENT

Untuk mengatasi pandemi, kata Sri Mulyani, komitmen dan kolaborasi seluruh negara di dunia untuk bersatu mengatasi COVID-19 sangatlah penting. Begitu juga dukungan dari bank pembangunan multilateral dan lembaga internasional kepada banyak negara di dunia.

"Saya mengapresiasi peran lembaga pembangunan multilateral dan organisasi internasional yang membantu negara-negara yang membutuhkan, khususnya negara-negara berpendapatan rendah (low income countries)," tulisnya

"Dalam menghadapi pandemi, Indonesia mendesain kebijakan yang komprehensip untuk penanganan sektor kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan dunia usaha terutama UMKM, serta untuk menjaga stabilitas sektor keuangan," tulisnya lagi.

Langsung klik halaman selanjutnya.

Indonesia, menurut Sri Mulyani memiliki rekam jejak yang baik dalam mengelola defisit dan pembiayaan. Indonesia selalu komit menjaga fiscal rules defisit APBN maksimal 3% terhadap PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimal 60%.

Selanjutnya, Indonesia juga memiliki reputasi akses pembiayaan, baik dari bilateral dan multilateral maupun dari pasar. Hal ini didukung oleh kinerja perekonomian yang baik serta kepercayaan investor, rating agencies, maupun lembaga internasional.

Dalam pembiayaan pandemi COVID-19, pemerintah juga berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia berperan sebagai stand by buyer dari Surat Berharga Negara (SBN) maupun memberikan burden sharing terkait biaya penerbitan SBN. Kolaborasi ini dilakukan tanpa mengganggu independensi Bank Indonesia.

Penting dicatat, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan bahwa policy mix antara fiskal dan moneter juga harus dibarengi dengan reformasi struktural yang efektif. Reformasi struktural juga sangat diperlukan bagi kesinambungan pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan panjang.

"Pandemi COVID-19 sekaligus dapat dijadikan momentum dalam me-reshape ekonomi yang menggunakan lensa gender parity, mendukung climate action, dan transformasi," katanya


Hide Ads