Setahun Jokowi-Ma'ruf: Tekor APBN Melebar Jadi Rp 1.039 T

Setahun Jokowi-Ma'ruf: Tekor APBN Melebar Jadi Rp 1.039 T

Tim Detikcom - detikFinance
Selasa, 20 Okt 2020 15:05 WIB
Petugas menyusun uang di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Jumat (17/6/2016). Bank BUMN tersebut menyiapkan lebih dari 16.200 Anjungan Tunai Mandiri (ATM) untuk melayani kebutuhan uang tunai saat lebaran. BNI memastikan memenuhi seluruh kebutuhan uang tunai yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 62 triliun atau naik 8% dari realisasi tahun sebelumnya. (Foto: Rachman Harryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Angka defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2020 melebar signifikan. Pelebaran itu terjadi karena pemerintah menerapkan beberapa kebijakan penanggulangan pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak Maret 2020.

Sebelum ada pandemi, pemerintah menargetkan angka defisit sebesar 1,76% atau setara Rp 307,22 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka defisit itu berasal dari pendapatan negara yang lebih kecil dibandingkan belanja negara yaitu Rp 2.233,19 triliun berbanding Rp 2.540,42 triliun.

Berdasarkan catatan pemberitaan detikcom hingga Selasa (20/10/2020), pandemi Corona resmi masuk Indonesia pada Maret 2020. Pada sejak itu pula pemerintah mengambil beberapa kebijakan sebagai bentuk penanganan virus yang sampai saat ini belum ada vaksinnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu kebijakan yang diambil adalah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 695,2 triliun untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Adapun rincian anggaran ini tersebar ke enam klaster.

Pertama, klaster kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun. Kedua, klaster perlindungan sosial Rp 203,9 triliun. Ketiga, klaster dukungan UMKM Rp 123,46 triliun. Keempat, klaster sektoral kementerian/lembaga (K/L) Rp 106,11 triliun. Kelima, klaster insentif usaha Rp 120,61 triliun. Keenam, klaster pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun.

ADVERTISEMENT

Seiring penyediaan anggaran tersebut, pemerintah juga merevisi APBN tahun anggaran 2020 melalui Perpres 72 Tahun 2020. Dalam beleid itu, defisit fiskal melebar signifikan menjadi 6,34% atau setara Rp 1.039,2 triliun terhadap PDB. Hal itu dikarenakan pendapatan negara menjadi Rp 1.699,9 triliun dan belanja negara menjadi Rp 2.739,2 triliun.

Realisasi pendapatan negara secara keseluruhan, pemerintahan kabinet Indonesia maju berhasil mengumpulkan Rp 1.158,0 triliun atau 68,2% dari target 1.699,0 triliun hingga September 2020. Rinciannya, pendapatan dalam negeri yang terdiri dari perpajakan sebesar Rp 1.153,3 triliun atau 67,9% dari target Rp 1.698,6 triliun.

Selanjutnya berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 260,9 triliun atau 88,7% dari target Rp 294,1 triliun. Satu lagi berasal dari penerimaan hibah yang mencapai Rp 5,7 triliun atau 436,9% dari target Rp 1,7 triliun.

Sedangkan dari belanja negara, realisasinya Rp 1.841,1 triliun atau 67,2% dari target Rp 2.739,2 triliun hingga September 2020. Capaian ini terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.211,4 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 629,7 triliun.

Dengan realisasi tersebut, maka defisit anggaran hingga akhir September 2020 mencapai Rp 682,1 triliun atau 4,16% terhadap PDB. Adapun target pelebaran defisit ini mencapai 6,34% terhadap PDB atau setara Rp 1.039,2 triliun.

Minimnya pendapatan negara membuat angka keseimbangan primer atau primary balance semakin besar. Hingga September 2020, angka keseimbangan primer sudah mencapai Rp 447,3 triliun.

Keseimbangan primer dalam APBN merupakan penerimaan dikurangi belanja negara, namun tidak memasukkan komponen pembayaran bunga utang. Artinya, bila keseimbangan primer bisa surplus, pemerintah tidak memerlukan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama.

Sebaliknya, jika keseimbangan primer negatif maka pemerintah perlu menerbitkan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama alias gali lubang tutup lubang.

Dalam Perpres 72 Tahun 2020, pemerintah sendiri menargetkan defisit fiskal akan kembali berada di bawah 3% terhadap PDB pada tahun 2023. Hal itu juga pernah dikatakan langsung oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Jokowi mengatakan, dia percaya defisit APBN akan berangsur turun dan kembali ke level di bawah 3% pada 2023.

"Jadi nanti akan ada penyesuaian. Sekarang defisitnya 6,38% (dalam Perpres 72/2020 defisit APBN 6,34%), nanti tahun depan akan menjadi 5 koma, tahun depannya lagi 4 koma, ke tahun itu akan di bawah 3% lagi," ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/7/2020).


Hide Ads